Bangsa Minahasa

Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya.
("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)

Sabtu, 11 April 2009

Dr Samrat: Serikat Islam (Tulisan Sam Ratu Langie pada umur 23 tahun di tahun 1913 di Holland) Bagian Pertama

Serikat Islam (Tulisan Sam Ratu Langie pada umur 23 tahun ditahun 1913 di Holland) Bagian Pertama


28 Maret 2009 jam 4:52

PROLOG
Tulisan ini aslinya dalam bahasa Belanda dan diterbitkan oleh penerbit di Baarn, Holland.

KILAS BALIK yang menjadi dasar tulisan ini.
Setelah Sam Ratu Langie lulus Technische School di Batavia pada umur 18 tahun, ia mendapat pekerjaan beberapa tahun pada Staats Spoorwegen (Jawatan Kereta Api) dan ditempatkan di daerah Kroya dan sekitarnya dalam rangka pembangunan rel kereta api.
Ia mengalami diskriminasi ras karena ia adalah INLANDER (istilah untuk pribumi dengan konotasi negatip) dan bukan Hollander (ataupun Indo-Europeaan) dan diberikan penampungan di kampung-kampung. Hal ini, walaupun menyakiti hatinya, tidak dijadikan halangan, bahkan memberikan dorongan untuk mengobservasi perkembangan masyarakat disekitarnya. Antara lain ia dapat mengikuti dari dekat pertumbuhan sosial khususnya yang berkaitan dengan perkembangan Serikat Dagang Islam yang kemudian beralih menjadi Serikat Islam.
Sebagai seseorang yang tidak dapat menerima ketidak-adilan dan yang selalu berpihak kepada yang lemah ia mengamati adanya kesalah-fahaman pemerintah kolonial terhadap gerakan hati-nurani dari masyarakat yang tertekan ini.


SERIKAT ISLAM

oleh

Gerungan S.S.J. RATULANGIE


diterbitkan di
BAARN
HOLLANDIA – DRUKKERIJ
1913

Diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh
Dra. Konda Tilaar
Editor: Dr. M. Sugandi-Ratulangi (2009)

BAGIAN PERTAMA

"Kita berdiri pada titik-balik sejarah Kolonial.
Jaman kini memprihatinkan."

Dalam pidatonya yang diadakan pada audiensi 1 September y.b.l.(editor: 1912) sebagai jawaban Tuan Jacobs, penyambung-lidah kelompok ke-12 dan para ‘praticulieren’, Gubernur Jendral Idenburg mulai dengan kata-kata:

“Kekuatan-kekuatan terlelap bangun, keinginan-keinginan tersembunyi menjadi nyata. Dimana-mana ada penyadaran diri, dan akibatnya orang mempertanyakan buah-buah budaya Barat kita.”

Memang, orang hanya perlu membaca koran-koran Hindia, untuk mengakui dasar kata-kata ini : perserikatan-perserikatan muncul, benturan-benturan terjadi antara berbagai bangsa atau antara bagian-bagian masyarakat Hindia yang terpisah oleh hukum, dan akibatnya yang tak terelakkan, muncullah konflik-konflik antara rakyat dan penguasa.

Yang berada paling depan dalam “bangunnya kekuatan-kekuatan yang terlelap” itu pastilah organisasi Serikat Islam, baik oleh jumlah penganut yang diperolehnya, maupun oleh cakupan tujuan luas yang dikejarnya: yaitu perbaikan keadaan ekonomi masyarakat pribumi dan peningkatan hidup beragamanya. Namun orang terutama patut berhati-hati dalam menilai fakta-fakta berita yang membanjiri kita dari Hindia. Sulit mencatat dengan tepat kejadian-kejadian yang merugikan atau yang menguntungkan S.I., karena pers Eropa di Hindia tak mungkin tidak memihak sama sekali. Kepentingan pertamanya sedikit banyak adalah menentang aliran-aliran politik di dunia pribumi Hindia-Belanda; lewat sensor peraturan percetakan pers Hindia yang ketat, kebanyakan di antara mereka ini terbawa bersikap kurang lunak terhadap serikat-serikat politik di sana. Bukankah hal ini suatu kenyataan dalam perlawanan Partai Hindia; orang tak berhenti sebelum lembaga yang dianggap membahayakan Negara dan kekuatan Eropa itu dibinasakan. Seluruh pers Eropa mempersatukan diri demikian eratnya, sekalipun dalam keadaan lebih tenang mereka sering bertengkar, untuk mematikan Expres yang baru saja terbit di Bandung.

Hal ini tidak mengherankan kita, karena “pers agung” yang dikuasai orang Eropa (kecuali Bataviaasch Nieuwsblad), merasa kehilangan dasarnya karena propaganda I.P. melalui Expres. Sekalipun begitu, juga bagi pers Eropa, kebenaran tidak selalu dapat diingkari atau ditutupi dan fakta-faktanya memang terlalu jelas. Itu sebabnya kami sangat terkesan oleh pertentangan semu dari berita-berita yang dikandung koran-koran Hindia tentang gerakan-gerakan disana. Sekiranya kita mendalami hakekat masalahnya, dapatlah kita mengembalikan semuanya kepada satu sebab, yang saya sebut saja: jiwa baru, yang telah merasuki masyarakat Hindia, sebagai lawan dari makna yang begitu gemar digunakan jurnalistik Hindia sebagai sanggahan: jiwa DOUWES DEKKER. Sebab, bahwa di Hindia kita berurusan dengan jiwa rakyat, terbukti dan kejadian-kejadian dan juga kini disadari Pemerintah, sebagaimana ternyata dari kutipan kata-kata Gubernur Jenderal itu.

Lagipula, terlalu naif untuk mengira bahwa seorang saja mampu memasukkan ide-ide yang baru sama sekali, apabila massa itu sendiri tidak sudah memiliki suatu predisposisi untuk menerimanya.

Bila orang ingin menyanggah saya, bahwa ‘kekuatan kata-kata’ itu faktor besar, dan memperlihatkan kepadaku contoh-contoh dari sejarah purba dimana satu orang dapat menguasai kumpulan rakyat, dapatlah saya katakan bahwa tiada cara yang lebih sederhana daripada mengirim seorang orator ke Hindia untuk meyakinkan rakyat akan hal yang berlawanan dengan apa yang mereka pikirkan kini disana, - sebagaimana dapat kita simpulkan dari fakta-faktanya - untuk mencegah badai. Sengaja saya berhenti sejenak pada pembicaraan Indische Partij sebelumnya. Karena saya sendiri yakin bahwa serikat ini dan Serikat Islam dua organisasi yang tak mungkin terpisahkan satu dari yang lain. Antara kedua organisasi ini terdapat hubungan sebab-akibat yang jelas terlihat jika dipandang lebih dalam. Keduanya itu hasil dari keadaan-keadaan yang sama; bahwa yang satu mengusung ‘islam” dalam benderanya hanyalah bukti, bahwa yang lain berpijak pada dasar-dasar yang lebih liberal. Namun satu di antara kedua organisasi ini adalah hasil dari yang lain kalau saja pemikiran ini tidak terlalu gila dan terlampau gegabah, saya akan memprotesnya.

Apa saja alasan-alasannya, yang membuat ide-ide baru itu muncul di segala lapisan masyarakat, sulit digambarkan secara singkat. Lagipula. apabila kita harus melacak semua faktor yang langsung dan tidak langsung telah mengarahkan jalannya keadaan, kita harus kembali ke jaman sejarah lampau, bahkan lebih jauh lagi sekiranya kita mengikuti rangkaian kejadian dan sebab-musababnya.

Cukuplah yang berikut ini. Ketika hubungannya terbina, ketika penduduk pribumi diposisikan secara kurang menguntungkan terhadap orang asing, ketika itu orang sudah dapat meramalkan bahwa suatu saat cepat atau lambat, pada lanjutan perkembangan jiwa kaum pribumi, kerusuhan-kerusuhan sekarang ini akan menjadi kenyataan. Masyarakat pribumi kini tak dapat lagi bergerak dalam kerangka undang-undang yang usang; ia mengejar ruang gerak lebih luas, dan dalam keadaan berlanjut yang sangat lazim seperti ini tak bisa tidak ia akan berbenturan dengan lembaga-lembaga usang, dan kelompok-kelompok penduduk yang menikmati keuntungan lebih banyak, bila hubungan-hubungan seperti itu dipertahankan. Dan hal ini dapat kita lihat dalam halaman-halaman berikut ini: bahwa partai anti revolusioner di Hindia harus dicari di antara orang Eropa asli dan kaum bangsawan pribumi.

Marilah sekarang kita ikuti kejadian-kejadian yang pertama-tama mengungkapkan “keinginan-keinginan terselu-bung” itu, agar dengan memandang cetusan-cetusannya itu, kita dapat memperoleh gambaran tentang hakekatnya. Pertama kali orang menjadi agak sadar tentang hal ini ketika tujuh delapan tahun lalu oleh mahasiswa STOVIA (Sekolah Kedokteran di Weltevreden) ide-ide baru dilontarkan ke dunia, yang menemukan perwujudannya dalam “Boedi Oetomo” yang bagaikan sengatan listrik menyambar lapisan-lapisan atas masyarakat. Setelah dipandang penuh kecurigaan, gerakan ini melalui ketekunan para pendirinya segera memenangkan kepercayaan golongan Priyai dan Pemerintah. Bagaimana pun orang kemudian dalam perumusan tujuannya mengedepankan perbaikan ekonomi dan pendidikan, untuk menutup-nutupi hakekat Boedi Oetomo yang sebenarnya, kenyataannya tak teringkari: gerakan ini muncul dari kesadaran diri orang Jawa dan merupakan endapannya. Kehidupan Hindia telah memasuki era baru, dan sudah berlalu bahwa ia menyerah kepada keadaan berdasarkan pikiran: dura lex, sed lex, bahwa rasa nasionalisme sudah berbicara, bahkan nasionalisme yang ketat, dapat kita simpulkan dari fakta bahwa hanyalah orang Jawa yang dapat memasuki organisasi ini sebagai anggota. Maka serikat itu dengan tepatnya menamakan diri “Jong Javanen Bond”. Harapan-harapan tinggi, yang dimiliki terhadap Boedi Oetomo, sedikit banyak meleset, ketika pejabat-pejabat tinggi pemerintah pribumi menduduki jabatan dalam Pemerintah pusat. Orang lalu mengkhawatirkan suatu tekanan dari atas, yaitu pengaruh Pemerintah, yang bekerja agresif terhadap kehidupan berserikat. Kekhawatiran tsb, ternyata bukannya tak ada dasarnya: di bawah pimpinan pengurus yang mundur tahun ini, organisasi ini hanya menjadi suatu bayangan lemah dari ide para pendirinya. Karena, di samping atau sebelum menjadi pengurus oraganisasi nasionalis ini mereka itu abdi Gubernemen. Dan bahwa antara Gubernemen dan B.Oe. tak selalu ada kedamaian merupakan suatu akibat tak terelakkan dari keadaannya. Orang dapat saja berdalih sebanyak-banyaknya, suatu organisasi seperti B.Oe. dalam keputusannya harus terarah menentang jiwa pemerintah yang ada. Karena akhirnya syarat-syarat berdirinya yang pertama, justeru adalah kekosongan dalam kehidupan bersama, yang tidak dapat atau tidak mau diisi Pemerintah. Apabila hubungan sosial sesuai dengan kehendak rakyat Hindia, organisasi seperti itu tak punya dasar, bahkan tidak pernah dilahirkan. Kedudukan hukum yang tak sama antara orang Eropa dan orang pribumi, yang sering tak menguntungkan yang disebut terakhir, merupakan batu sandungan pertama bagi banyak kaum pribumi yang sudah sadar akan pembedaan itu. Pada titik ini B.Oe. saja sudah berlawanan dengan Pemerintah, sekurang-kurangnya di masa itu. Masalah ini mungkin di masa depan tidak lagi memberi alasan untuk saling berbenturan, karena apabila kita menganggap ucapan dalam Pidato mahkota Hindia sebagai suatu janji, akan terjadi suatu awal dalam persamaan masalah hukum. Namun sekalipun hal ini dibereskan sepenuhnya, masih saja ada kasus-kasus yang menempatkan kepentingan Pemerintah jauh berseberangan dengan perjuangan B.Oe.

Namun, kekosongan ini mungkin juga terjadi oleh kekurangan intern, oleh kekurangan yang lekat pada masyarakat pribumi sendiri yang sebenarnya dapat saja ditiadakan. Hal ini dapat saya akui sepenuhnya, dan saya tahu juga bahwa B.Oe. sampai sekarang hanya bekerja ke arah itu, namun hal ini sama sekali tidak meniadakan kemungkinan tentang apa yang saya sebut di atas ini.

Orang juga menunjuk kepada kemungkinan, agar melalui penggabungan tsb., orang dapat melawan masuknya semakin jauh ke pedalaman; orang Cina, yang menguasai perdagangan kecil dan industri kecil, dan dengan ketrampilan melebihi ketrampilan pekerja Jawa, hampir menggeser mereka dari pasar kerja, sehingga dengan demikian dapat menguasai perjuangan di bidang sosial ekonomi.

Namun, bagaimanakah semestinya sikap seorang pegawai pemerintah dalam hal ini? Bukankah ia berada antara dua titik api, apabila ia mau mendengar suara hatinya?

Masalah nasional menuntut agar ia menjauhi kaum Cina sekuat tenaganya, namun sebagai abdi negara seharusnya ia bersikap netral, karena sebagai warga masyarakat yang tertib dan jujur mereka mencari nafkahnya.

Bahwa pukulan politik akhirnya harus dijatuhkan, disadari oleh sejumlah orang. Saya ingat ump. bahwa dalam masa pendiriannya, orang penuh kekhawatiran rnenyelidiki kalau-kalau organisasinya berpolitik atau tidak. Orang begitu khawatir terhadap apa saja yang berbau politik, karena organisasi-organisasi politik itu dilarang.

Lama orang timbang-menimbang, ketika seorang muda Jawa naik panggung, lalu mengambil keputusan dengan kata-kata: “B.Oe. akan menjadi serikat sosial, tapi demi tercapainya tujuan, jika perlu akan menggunakan cara-cara politik.” Dengan demikian tercapailah perdamaian: jadi bukan oraganisasi politik!

Sampai sekarang memang, B.Oe. senantiasa bekerja di bidang sosial dengan mendirikan toko-toko koperasi, sekolah-sekolah, dst. Tapi kalau begitu, apakah aksi yang dilancarkan B.Oe. dapat dikembalikan kepada perjuangan kelas yang biasa? Pasti bukanlah demikian, karena B.Oe. bukan organisasi dari suatu kelas kaum pribumi, melainkan mencakup keseluruhan kehidupan pribumi. Lagipula, dapatkah digambarkan dengan tajam pemisahannya: mana batas antara perjuangan kelas dan propaganda politik?

Terutama di Hindia dengan hubungan-hubungan yang aneh, dimana rendah dirinya orang pribumi dijunjung sebagai dalil tak terbantahkan, setiap langkah maju bagi kontingen pribumi, berarti mundurnya wibawa moral bangsa kulit putih; dan setiap perbaikan sosial orang pribumi, membuka perspektif dari konsekuensi politis.

Meskipun anggota-anggota B.Oe. semata-mata harus dicari di antara kaum terpelajar, program kerjanya seperti yang sudah kita lihat, menyebar ke seluruh rakyat; terutama diusahakan perlindungan terhadap mereka yang lemah morilnya dengan meningkatkan taraf moral rakyat. Namun dimana satu golongan rakyat itu memperkuat diri, di situ bagian-bagian lainnya harus dipersulit dalam pekerjaannya, sekalipun hanya dengan persaingan. Dan karena orang perorangan berkonsentrasi ke dalam satu badan, yang kriteria keanggotaannya adalah kebangsaan dan bukan kelas, dengan sendirinya aksi B.Oe. dibatasi dan dapatlah kita lihat dengan jelas, pertentangan antar suku. Demi rasa kemanusiaan, pemerintah harus menghadapinya dengan netral, mengapa begitu sulit keanggotaan pimpinan dari serikat yang nasionalis ini, dapat digabungkan dengan suatu jabatan dalam pemerintahan luar negeri. Dalam Bataviaasch Nieuwsblad, hal ini juga disadari DOUWES DEKKER, ketika itu redaktur surat kabar tsb., dan saya menemukan bagian kalimat berikut ini: “Kesalahan pertama yang dibuat perserikatan yang muda itu adalah memilih regent Karanganyar menjadi ketua.”
Penulis bukan menolaknya karena regent itu tidak siap untuk tugas tsb., sebaliknya pegawai Pemerintah tsb terkenal karena sifat-sifatnya yang baik sekali, dan berasal dari rakyat (ia sebelumnya guru), andaikan saja ia tidak memiliki prasangka-prasangka bangsawan kuno dan lebih memahami kebutuhan rakyat. Tetapi dalam prinsipnya penulis menentang masuknya pegawai tinggi pemerintah ke dalam B.Oe. Dalam hal ini ia tidak salah; karena betapa kemudian pegawai-pegawai Pemerintah yang lebih tinggi, meminta sampai memalukan pendapat residen yang bersangkutan dulu, sebelum mereka berurusan dengan B.Oe.; bagaimana kemudian ternyata “Regenten vereeniging” mengembangkan diri sebagai kelompok reaksioner dalam masyarakat pribumi.

Dan ini kembali dapat dijelaskan dengan baik; karena apabila ide baru ini diterima dimana-mana, tamatlah hak-hak istimewa kaum bangsawan; hilanglah rasa hormat yang hampir kekanak-kanakan, - yang dimiliki rakyat terhadap pemimpin-pemimpinnya, yang membuat mereka ini hidup cukup nyaman, - untuk diganti dengan rasa sederajat. Tidak mengherankan bahwa kaum bangsawan penuh keprihatinan memandang majunya proletariaat, perlahan tapi pasti.

Perjuangan ini sama dengan yang diperlihatkan Eropa pada bangkitnya burgerij dalam abad pertengahan, bedanya rakyat di Hindia sering masih mendapat dukungan Pemerintah. Karena itu gerakan yang sedang mereorganisir diri di Jawa sedikit-banyak mendapat perlawanan dari anggota-anggota bangsawan, termasuk kaum berada.

Sesudah B.Oe., banyak perserikatan lokal didirikan, namun kebanyakan lebur ke dalam organisasi besar atau menjadi cabang-cabangnya.

Bersama semua tanda-tanda perluasan kekuatan rakyat pribumi, tak bisa tidak, orang Indo-Eropa, si “Indo” terancam akan terjepit. Di satu pihak orang Eropa asli, di pihak lain orang pribumi, kedua kekuasaan itu dapat menjepitnya apabila ia sendiri tidak bertindak ekspansif pada waktunya, dan memasang kuda-kuda.

Sebagai pengimbang B.Oe, oleh kaum muda Indo-eropa didirikan “Bond van Jong Indo’s”. Sayang, di bawah pimpinan yang sangat buruk. serikat itu dipimpin orang-orang muda yang berdarah panas, yang dalam dokumen-dokumen propaganda lebih banyak mengumbar kata-kata bualan daripada memperlihatkan pemahaman dan sikap taktis. Temperamen blasteran mempermainkan serikat itu sehingga cepat mati akibat kelebihan vitalitas. Setelah diumumkan dengan hebohnya, 5 tahun lamanya orang tidak mendengar apa-apa lagi, sampai belum lama lalu muncul kembali, dalam bentuk Indische Partij yang dimurnikan dan dibersihkan. Azas-azas dari Bond van Jong Indo’s dan dari Indische Partij berbeda; yang pertama tidak mengijinkan keanggotaan orang pribumi, yang disebut terakhir, mengijinkannya. Namun apa saja bukti akhirnya? Tidak lain dari penyesuaian diri yang terakhir ini terhadap situasi. atau lebih tepat dikatakan, mereka belajar dari praktek Indo-Bond.

Azas penggabungan para Indo dilepaskan, dengan tepat, maka terwujudlah gagasan agung: tak ada pembedaan dalam hal kebangsaan, tiada pembedaan antara kulit putih, cokelat dan kuning.
Apa pun yang dapat orang bebankan kepada lndische Partij, di atas segala tuduhan, tak terbantahkan oleh keluhuran hakekatnya, adalah prinsipnya yang patut diterirna demi peri kemanusiaan: yaitu kesatuan di Hindia.

Dalam rapat-rapat B.Oe. dan organisasi-organisasi kecil lainnya, gagasan tentang kebersamaan itu disebarkan di tengah rakyat Hindia, hal mana juga didorong pers pribumi. Yang ini (pers pribumi di Jawa) harus kita bagi dua: yang pentama dipimpin orang Jawa dan berorientasi Jawa; sedangkan yang kedua di bawah pimpinan orang Minahasa atau Ambon (seperti Khabar Perniagaan dan Warna Warta) dan digerakkan dengan modal Cina.

Dengan sendirinya, jenis koran terakhir ini tidak terlalu rajin ikutserta dalam membangun suku Jawa namun menyerahkan hal ini kepada yang pertama.

Suku Jawa dibangunkan; mereka didorong menjadi lebih ekonomis; penganiayaan orang pribumi oleh orang Eropa (yang sering terjadi oleh opzichter Eropa di perkebunan atau dalam karya-karya pemerintah) dikecam keras. Orang tidak segan-segan bersusah-.payah dan menempuh segala upaya. untuk membangun perasaan dalam diri orang pribumi bahwa ia lebih dari sekedar ‘kuda beban”. Yang turut-serta memajukan penyadaran diri ini adalah fakta bahwa sejumlah dokter pribumi di Eropa meraih gelar kedokteran Belanda, dan sehubungan dengan ini dapat dibaca dalam koran-koran pribumi, artikel-artikel dengan tendensi: lihatlah, kita juga bisa, bukan’. Siapa mis. tidak mengenal narna MAS ASMAOEN? Sangatlah menarik contoh berikut ini; Seorang wartawan lndo duduk dalam sebuah bendi ketika sang kusir mengejutkannya dengan kata-kata: “Toean, apakah Mas Asmaoen sudah doktor?” sang Indo tidak tahu siapa yang dimaksud.

Sebelumnya, seorang muda pribumi tidak berani bergerak di kalangan rekan-rekan Eropanya, takut akan perlakuan yang tidak begitu baik. Betapa beberapa tahun lalu kata Inlander diucapkan dengan penghinaan tak terbatas.. Dari masa itu masih tersisa ungkapan: “Sungguh inlands”.untuk segala hal yang buruk. Berbohong itu inlands, mencuri itu inlands, semua sifat jahat itu inlands, semua sifat baik itu Eropa, sekurang-kurangnya di Hindia. Betapa asing pun bunyinya untuk telinga Eropa, hal ini memang benar. Dan atas azas inilah, dipandang-entengnya orang pribumi secara a priori itu, didasarkan ketentuan yang pada lembaga-lembaga Pemerintah disebut “cabang-cabang dinas”, - kaum pribumi mempunyai suatu traktemen yang kira-kira setengah dari yang dipunyai rekan Eropa sepekerjaannya dengan syarat-syarat yang sama. Yang saya maksudkan disini terutama Perkereta-apian Negara, namun ada lebih banyak lagi, yang menjalankan sistem memalukan tentang ‘rate of wages’ yang ganda itu. Dapat dimengerti bahwa hal seperti itu mengakibatkan komplikasi yang paling gila; jika ump. seorang pribumi mendapat bawahan orang eropa yang lebih muda yang traktemennya dua kali sebanyak traktemen dirinya. Atas dasar apa dapat dibenarkan bahwa seorang dokter pribumi dalam dinas Gubernemen untuk perjalanannya mendapat ganti-rugi f. 2,- sehari. sedangkan seorang klerk atau kondektur, kalau orang Eropa atau disamakan dengan orang Eropa, f.5,-?!.
Betapa rendahnya pendapatan para guru pribumi dibandingkan dengan klerk Eropa dsb., yang pada umumnya lebih rendah tingkat perkembangan moril dan intelektualnya. Keadaan semacam ini pasti tidak memupuk rasa puas di kalangan masyarakat pribumi yang intelektual pada umumnya. Orang jangan terkecoh oleh pikiran bahwa orang pribumi menyerah dalam hal ini dengan ketakwaan yang menjadi sifatnya, dan jangan lupa, bahwa orang pribumi intelektual ini dengan senangnya didengar oleh rakyat, oleh massa, yang merekam kata-kata mereka bagaikan ramalan-ramalan. Orang mesti mengamati kehidupan di desa dan kampung untuk dapat menyadari daya cakup para guru pribumi dan kaum terdidik Iainnya yang terpancar dari mereka terhadap rakyat. Ketika tinggal selama beberapa minggu di salah satu stasiun kecil di Perkereta-apian Priangan, saya melihat setiap malam bahwa ada heberapa orang pria dari desa mendatangi kepala stasiun untuk bercakap-cakap. Namun percakapannya terutama terdiri dari berbicaranya sang kepala stasiun tanpa hentinya dan yang lain hanya berkata “semoehoen” belaka. Dan pria ini masih berdiri di luar hubungan desa; ia bukan guru dan bukan kepala atau ‘adjie’. Betapa mudahnya ketidak-puasan ini beralih kepada rakyat. Dan kejadian-kejadian yang baru saja, membuktikan bahwa hal itu terjadi.

Orang dapat merasakan pada umumnya di dunia pribumi bahwa pertandingan dimulai dengan suatu rintangan disebabkan posisi kurang menguntungkan terhadap orang kulit putih. Kesadaran ini meresapi segala lapisan masyarakat dan mempersiapkan rakyat untuk kerjasama nasional Jawa.

Pada saat yang tepat diperdengarkanlah jeritan di Solo, panggilan untuk berhimpun dibawah bendera Serikat Dagang Islam. Penyebab langsung dilahirkannya serikat itu sudah diketahi: orang mau menjalin suatu ikatan melawan perdagangan kecil Cina. Kata Islam menarik dunia Islam, pada saat yang tepat ketika tersebar kerusuhan dan ketidak-puasan.

Namun kini terjadi suatu keanehan, suatu pertanyaan yang harus dijawab. Kebetulankah bahwa awal politik pengkristenan berlangsung pada saat yang sama dengan bersatunya unsur Islam, ataukah yang terakhir ini suatu akibat dari yang pertama? Dalam pendirian dan dalam propaganda tidak mungkin dapat kita temukan apa yang merujuk kepada agitasi melawan politik dari rejim sebelumnya, namun arus kuat para anggota untuk perserikatan ini pastilah juga suatu reaksi islam terhadap gencarnya kristianisasi, yang mengancam juga daerah-daerah Islam, namun yang kini ditiadakan, demikian harapan kita. Bagaimana pengkristenan semacam itu mencapai justru hal sebaliknya dari yang dituju, terbukti dari kata-kata seorang Jawa yang berdiam di Nederland berikut ini: “Kami berterimakasih kepada IDENBURG atas pemerintahan kristennya, karena dia telah membangunkan kami dan membuat kami merasa bahwa kami, orang Islam, bersatu.” Suatu permainan kata yang sama sekali tidak kosong, di Hindia dikenakan pada S.I. Nama ‘S.I.’ mestinya diartikan: “Salahnya Idenburg”.

Di salah satu tempat di Jawa, dengan lingkungan islam, didirikan sekolah kristen yang oleh Pemerintah disubsidi, d.k.l. ditunjang dengan pembayaran pajak juga oleh kaum islam. Ketika di tempat yang sama dimintakan subsidi untuk sekolah Islam, permohonan itu ditolak. Mestikah orang Jawa dengan ini tidak merasa, bahwa agamanya dianak-tirikan? Tiada yang lebih berbahaya daripada menimang diri sendiri hingga tertidur dengan kata-kata Dr. FOKKER, Indolog Amsterdam: “Dimana-mana Islam menderita bangkroet” jadi di Hindia juga demikian. Tidak, Islam di Hindia tidak akan menderita bangkrut, Islam yang tanpa kekerasan tapi dengan perkembangan berangsur-angsur menapaki jalannya menuju lebih dari 30.000.000 penganutnya. (prof. SNOUCK HURORONJE, Nederland en de Islam). Dan hasil apa telah diberi karya zending sejak satu abad? Dalam 1814 oleh zendeling BRUECKNER dari Nederlandse Zendingsgenootschap disebarkan Perjanjian Baru dalam bahasa Jawa rendah dan bahasa Melayu sebanyak beberapa ribu, suatu bukti bahwa ketika itu Zending sudah bekerja keras. Dan hasilnya, bahwa jumlah orang pribumi kristen dalam tahun 1902 terdiri dari 19000 orang, termasuk tentara Ambon dan Manado (v. DEVENTER, Overzicht van den economischen toestand van de Inl. bevolking op Java en Madoera). yaitu satu banding 500 orang Islam. Bukankah ini bukti suatu kekalahan dari zending? Dan bila kita mengikuti tanda-tanda jaman, maka urusan zending bahkan di Minahasa, bentengnya zending, tidak seberapa baik posisinya.
Orang Jawa itu, hakekatnya Budhis, animis? Mungkin saja, namun hal itu tidak mereka ketahui. Mereka yakin, bahwa mereka Muslim sejati. Mereka samasekali tidak menyadari bahwa seluruh kehidupan rohaninya lebih condong ke kerohanian Budhis daripada ke kerohanian Islam. Hal ini terbukti dari prakteknya: ziarah ke Mekah yang setiap tahun terlaksana oleh jutaan orang, sesungguhnya tidak akan terjadi kalau bukan sentimen keagamaan membuat mereka demikian. Dan, kemana pun suatu pengelompokan terjadi dengan warna Islam, kesanalah mereka bergerak.

Itu sebabnya saya berkata, bahwa memperlakukan kekristenan lebih baik dari Islam merupakan suatu langkah kelewat berani pada papan percaturan politik. Dengan cara demikian. orang Islam akhirnya ditantang. yang akibatnya tidak menguntungkan.

Jumlah anggota di Solo dalam waktu singkat menanjak sedemikian rupa, sehingga Pemerintah demi kelancarannya rnenganggap penting untuk membubarkan serikat itu. Namun, dengan demikian jiwa rakyat tidak musnah dan di Surabaya muncul di bawah nama yang diubah; kata “dagang” dihilangkan dan serikat baru itu bernama Serikat Islam. Sekali menerima dorongan, gerakan itu berkembang, dan seperti dikatakan suatu koran Hindia: “Bagaikan monster berkepala banyak muncullah S.I. dimana-mana.”

Memang, bagaikan jamur muncullah cabang-cabang, kendati usaha-usaha Pemerintah untuk membinasakan akar-akarnya. Di Parungkuda, sebuah halte pada jalur kereta-api di Priangan, kereta-api kereta-api tak mampu memuat orang-orang yang mau ke Bogor untuk mendaftarkan diri di tempat yang ada cabang S.I.-nya. Bulan Juli y.l. jumlah anggotanya sudah melampaui 500.000 tersebar di seluruh Jawa, dan masih terus bertambah. Gerakan itu juga telah benpindah ke Sumatra; bagaimana pun di Palembang sudah berdiri sebuah cabang S.I. Apakah akan berkembang terus menyusuri pantai Timur Sumatra sampai ke Aceh yang penuh pergolakan, akan ditentukan masa depan. Hal ini bukan tidak mungkin: di antara pengontrak-pengontrak Deli mudah sekali terdapat seorang penganut S.I. yang mau membuat propagnda untuk serikatnya.

Atas pertanyaan, apa hubungan antara Boedi Oetomo dan Serikat Islam, harus saya jawab kembali: hubungan sebab-akibat. Namun bukan hanya dalam sebab-sebabnya, namun juga dalam akibat-akibatnya, dalam arah kerjanya ditemukan titik-titik persamaan antara kedua serikat ini; keduanya berjuang ke arah perbaikan sosial bagi orang pribumi pada umumnya, namun kalau B.Oe. mencakup sebagai anggotanya kelas-kelas terdidik (priayi, guru, pedagang), S.I. meliputi keseluruhan masyarakat pribumi. Jadi kita dapat memandang B.Oe. sebagai perintis. pembuka jalan bagi SI. dan sangatlah mungkin, saya hampir mau katakan: pastilah bahwa kedua serikat itu dalam waktu dekat akan saling lebur menjadi satu Bond Jawa-nasional (atau Hindia-nasional). B.Oe. otaknya, SI. daya rakyatnya, merupakan kombinasi yang sempurna. Bahwa hal ini juga disadari pemimpin-pemimpin gerakan Jawa, telah dibuktikan TJIPTO MANGOENKOESOEMO, yang dalam salah satu artikel-artikelnya memperjuangkan a.l.: (saya mengutip di luar kepala): :“Daripada memperlakukan organisasi rakyat yang muda itu (SI.) penuh kecurigaan, patutlah kita mencermati perkembangannya agar pada waktunya dapat membanting stir, apabila terancam penyelewengan.”

Lapisan-lapisan terdidik rupanya telah mendengarkan kata-kata ini, dan tidak hanya telah mengikuti S.I. dalam perkembangannya, tetapi ikutserta secara aktif, dan memasukinya sebagai anggota serikat. Bahkan bangsawan tertinggi pun memasuki serikat itu, dan kami temukan dalam S.I. suatu pertemuan yang menguntungkan dari bangsawan dan rakyat, sungguh suatu unicum dalam masyarakat Jawa dengan tradisinya yang bertahan berabad-abad lamanya hingga terbentuk hukum-hukum yang tak tergoyahkan. Putera mahkota Solo adalah pelindung serikat dan rupanya telah mendorong kaum bangsawan untuk mengenakan S.I. Apakah kerjasama kaum bangsawan pribumi dengan S.I. merupakan langkah tergesa-gesa, dan orang menyadari telah membuat tindakan berani dan telah menghancurkan diri sendiri apabila ternyata serikat ini memang akan sukses? Rupa-rupanya demikian. dan hanya dilihat dari sisi ini, dapat diterangkan bahwa Soesoehoenan dari Solo mengeluarkan suatu larangan bagi bawahannya untuk menjadi anggota S.I., padahal sebelumnya senikat sudah mengharapkan perkenanan tahta Solo.

Bagaimana pun juga, hal ini hanya membuktikan pendirian saya, bahwa setiap aliran baru dalam masyarakat Jawa akan menemukan perlawanan dari kaum bangsawan negeri itu, terutama sejauh gerakan ini memiliki karakter demagogis. yang rnenyebabkan hak-hak yang dinikmati kaum bangsawan berabad-abad lamanya harus dibinasakan. Kaum bangsawan akan senantiasa menjadi partai reaksioner apabila suatu waktu perang politik dan kelas pecah di Hindia, sekalipun ada juga partai-partai yang berhaluan lain; suatu pantulan sejati dari perjuangan di Eropa.

Sudah berkali-kali diajukan pertanyaan apakah S.I. suatu organisasi agama, dan oleh kebanyakan ini diingkari. Dalam salah satu pembicaraan malam harinya, Mr. DOUWES DEKKER yang sebenarnya tahu tentang keadaan Hindia, menyinggung masalah ini dalam arti tsb. Namun seperti kebanyakan orang, ia telah menempatkan dirinya sepihak, dengan menguji serikat ini dengan suatu esai umum tanpa memperhatikan keadaannya, Kita hanya perlu meninjau situasinya selayang pandang untuk meyakini hal yang sebaliknya.

Rakyat Hindia-Belanda dapat kita bagi seperlunya ke dalam dua kelompok : Kaum muslimin sejumlah kira-kira 30.000.000 dan yang bukan Muslim (orang Kristen, orang kafir, orang Budhis, dsb.) kira-kira 7.000.000. S.I. bermaksud membawa kelompok pertama ke dalam satu badan; namun ungkapan kebersamaan semacam ini di kalangan rakyat islam, mau tak mau menumbuhkan perlawanan di kelompok-kelompok lain.

Editor: BAGIAN KEDUA telah di-upload dan dapat dibaca diwebsite ini

Dr Samrat: Serikat Islam (Tulisan Sam Ratu Langie pada umur 23 tahun di tahun 1913 di Holland) Bagian Kedua terakhir

Serikat Islam (Tulisan Sam Ratu Langie pada umur 23 tahun di tahun 1913 di Holland) Bagian Kedua terakhir.
PROLOG
Tulisan ini aslinya dalam bahasa Belanda dan diterbitkan oleh penerbit di Baarn, Holland.
KILAS BALIK yang menjadi dasar tulisan ini.
Setelah Sam Ratu Langie lulus Technische School di Batavia pada umur 18 tahun, ia mendapat pekerjaan pada Staats Spoorwegen (Jawatan Kereta Api) dan ditempatkan di daerah Kroya dalam rangka pembangunan rel kereta api. Ia mengalami diskriminasi ras karena ia adalah INLANDE dan bukan Hollander (ataupun Indo-Europeaan) dan diberikan penampungan di kampung-kampung. Hal ini, walaupun menyakiti hatinya, tidak dijadikan halangan, bahkan memberikan dorongan untuk mengobservasi perkembangan masyarakat disekitarnya. Antara lain ia dapat mengikuti dari dekat pertumbuhan sosial khususnya yang berkaitan dengan perkembangan Serikat Dagang Islam yang kemudian beralih menjadi Serikat Islam.
Sebagai seseorang yang tidak dapat menerima ketidak-adilan dan yang selalu berpihak kepada yang lemah ia mengamati adanya kesalah-fahaman pemerintah kolonial terhadap gerakan hati-nurani dari masyarakat yang tertekan ini.

SERIKAT ISLAM
oleh
Gerungan S.S.J. RATULANGIE

BAARN
HOLLANDIA – DRUKKERIJ
1913

Diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh
Dra. Konda Tilaar

Editor: Dr. M. Sugandi-Ratulangi (2009)



BAGIAN KEDUA (terakhir)


Ini sering kita lihat di Hindia; panggilan Jong-Java ke B.Oe. oleh orang lndo Eropa dijawab dengan pendirian Bond van Jong Indos yang sayangnya mati muda. Dari pihak rakyat Cina, kita lihat reaksi dalam serikat-serikat Cina. (saya tahu juga bahwa yang terakhir ini merupakan pantulan dari evolusi Cina sendiri), namun ini tidak meniadakan sebab-sebab di Hindia sendiri yang telah mendorongnya dan bahwa orang baru sesudah B.Oe. membuat propaganda yang kuat untuknya.

Juga suku-suku lain dan rakyat asli, tidak berdiam diri dan tergoncang oleh B.Oe, bersatu. orang Ambon, Minahasa, Melayu. Sepuluh tahun terakhir, di Hindia bergolaklah nafsu berserikat. Akhirnya kita menyaksikan bahwa pada waktu bersamaan bangkit Serikat Islam, lndische Partij (oleh inisiatif Hindia dan Indo) dan orang Minahasa yang berdiam di Batavia.

B.Oe. menetapkan sebagai syarat kepada anggotanya, kebangsaan Jawa; S.I. lebih jauh lagi menetapkan batas-batasnya lebih luas dan menuntut anggotanya harus Muslim. Dan sejauh S.I. berjuang untuk rakyat Muslim, sejauh itu ia segera berbenturan dengan yang bukan Muslim, yang kepentingannya kadang-kadang langsung bertolak-belakang dengan kepentingan yang disebut sebelumnya; maka situasi yang kita peroleh: Islam lawan bukan-Islam.

Lagipula, faktanya sudah mengandung antitesenya bahwa anggotanya hanyalah orang muslim belaka. “Orang tidak mengadakan propaganda,” katanya. “Karena itu S.I. bukan perserikatan agama”. Memang sulit diadakan propaganda untuk Islam di tanah Islam; lalu apakah propaganda suatu conditio sine qua non untuk serikat agama? Bukankah masih ada cara-cara lain untuk mengungkapkan ciri keagamaan?

Hal ini dapat kita lihat dengan jelas: dimana serikat itu beragitasi keluar, oleh situasi luar biasa dan suasana kini di kalangan kaum pribumi, aksinya terarah melawan orang non-Islam.
Bagaimana suasananya dapat kita simpulkan dan berbagai benturan antara orang Eropa dan Cina di satu pihak dan kaum S.I. di pihak lain. Lagipula, S.I. menganjurkan anggotanya untuk berpegang pada Kur’an.

Apabila S.I. berjuang secara sosial, mengapa tidak dikotbahkan boikot melawan benalu tengkulak-tengkulak Arab dan kaum kolportir. Rukankah putranya HADRAMAUTH sudah pasti penghisap darah besar bagi kehidupan hersarna pribumi, dan belum lagi disebut hakekat haji. Mengapa S.I. tidak berjuang rnematahkan pengaruh para haji ini? Pasti bukanlah demi kepentingan orang pribumi, individu-individu ini berkeliaran di desa-desa dan memiliki kehidupan yang enak bertumpu pada kepercayaan polos orang-orang desa itu? Tetapi memang sulit, karena kedua kategori ini Muslim juga dan perlu dilindungi oleh bendera S.I.

Bagaimana pun juga, hanya keadaan, - dari pihak-pihak yang bersangkutan yang satu Muslim dan yang lain tidak, - membuat kita tidak menolak kemungkinan bahwa dalam hal ini kita tetap berurusan dengan organisasi keagamaan.

Sekali lagi yang berikut ini: untuk memasuki organisasi. para calon harus mengangkat sumpah setia kepada Kur’an dan anggaran dasar organisasinya.

Sumpah ini tentu saja harus diangkat sesuai tuntutan dunia Muslim: di tangan seorang imam (rohaniwan).

Jadi sudah sulit sekali di Hindia memisahkan kerja sosial dan politik, dan kedua ini saling melebur satu ke dalam yang lain, sehingga tri-sila ini disempurnakan oleh fakta bahwa Kur’an tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik.

Apabila orang Muslim ingin berpegang erat pada peraturan-peraturan Kur’an, maka setiap penganut agama lain adalah musuhnya. bahkan ia tak boleh mengakui raja yang bukan Muslim.
Dengan menerima nama Islam, para pendiri pasti harus bertanggung-jawab atas konsekuensi-konsekuensinya

yang mengalir dari hal ini. Namun orang tidak boleh mengabaikan satu faktor besar: kesadaran diri masyarakat pribumi, dan dapat kita lihat juga dalam S.I. suatu gerakan nasional yang kuat; ini ungkapan suatu bangsa yang, setelah mencapai fase tertentu, ingin didengar apabila ada yang perlu diputuskan tentang dirinya.

Bukanlah tendensi nasional melalui agama kita temukan dalam S.I, melainkan rasa kebangsaan dengan agama. Inilah sebabnya saya berpendapat bahwa Serikat Islam dalam perkembangannya harus bersifat baik politik maupun agama: sekalipun para pemimpinnya memberi penjelasan yang lain, bagian terbesar para anggotanya memandang serikatnya bukan saja sebagai yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan sosial, melainkan juga (dan terutama) sebagai yang bertendensi agama.

Saya tak berkata, bahwa S.I. itu salah satu cabang dari Gerakan Pan Muslim. bahkan mengejar tujuannya. Namun kemungkinannya bukan tidak ada, bahwa organisasi ini sesudah waktu tertentu akan mengejar cita-cita yang lebih jauh dari yang kini dimilikinya, dan akan memperoleh warna internasional. Karena. bahwa orang Muslim dan Hindia-Belanda memang terbuka untuk Pan Islamisme, sekali ia berkenalan dengan gerakan besar ini, dan bahwa ia telah ditaklukkan bagi kerajaan Muslim yang akbar ini, kalau para promotor memalingkan pandangan mereka ke Hindia, - sudah ternyata dari suatu perkara hukum di Medan, dimana seorang Turki diadili, yang dengan alasan-alasan menyesatkan menarik uang dari kaum pribumi dengan menceriterakan bahwa Sultan Turki mengutusnya untuk mengabari kaum Muslim di Hindia-Belanda, agar dia membebaskan mereka dari beban Belanda, bila setiap orang membayarnya f.40,-. Banyak orang dengan cara itu tertipu, dan telah menyetor uangnya; dan deretan korban akan semakin panjang apabila Pemerintah tidak menemukan penipuan itu.

Adakah uang itu mengalir ke saku orang Turki itu, sekiranya orang tidak memilih di atas kekuasaan Belanda, kekuasaan sultan Turki? Hal ini telah terjadi pada orang Melayu, namun pada orang Jawa ini pun mungkin terjadi.

Selanjutnya saya tahu, dari raja-raja kerajaan Muslim kecil di Sulawesi Utara yang kebetulan pernah saya kenal, bahwa beberapa di antara mereka pernah berpikir (apakah sekarang masih demikian, saya tak tahu) untuk mengirim putera-putera mereka untuk pendidikan ke Turki, ke Istambul, karena pendidikan di hoofdenschool di Tondano menurut mereka tidak cukup dan karena pengaruh kristen terlalu mereka rasakan.

Menyangkut orang Jawa:, orang sebaiknya jangan merasa aman soal ini karena berpikir, bahwa ia sebenarnya bukan Muslim secara rohani, karena sekali lagi, orang Jawa tidak menyadari hal ini; a sendiri yakin bahwa ia Muslim sejati. Dan sekiranya ada yang meragukannya, para haji yang berkepentingan bahwa umatnya itu Muslim sejati, akan menjamin bahwa kekhawatiran ini tidak menjalar. Di kalangan keturunan orang buangan Jawa di Tondano, saya mengamati, bagaimana mereka menentang kepala-kepala distrik (kristen), begitu patuhnya mereka terhadap seorang Said yang juga dikucilkan, yang baru datang.

Bila kita lebih jauh meneliti tindakan-tindakan S.I. maka kita melihat bahwa mereka pun di jantung masyarakat pribumi, berjuang melawan kekurangan-kekurangan rakyat.
Perjuangan ini tidaklah baru, karena beberapa tahun lalu oleh murid-murid Landbouw en Veeartsenschool di Bogor didirikan suatu perserikatan bertujuan memerangi kejahatan-kejahatan rakyat. Serikatnya menyandang nama 7 M yang adalah huruf-huruf pertama kata-kata maling, madat, main, minurn, modon, mangan. Namun sesudah pendiriannya serikat ini sedikit sekali kabarnya. Selain surnpah waktu masuk, para anggota harus berikrar memerangi berbagai kejahatan dalam diri sendiri maupun dalam diri orang lain. Bahwa S.I. kuat memegang ikrar ini, dan bahwa ia terpandang oleh anggotanya, dapat disimpulkan dari kejadian-kejadiannya. Menurut koran-koran Hindia, kabarnya di daerah-daerah yang sudah dimasuki S.I., pencurian dan perampokan berkurang dari sebelumnya. Dan dengan bantuan S.I. Pemerintah berhasil memberi penerangan tentang berbagai kejahatan yang dilakukan, hal mana tidak mungkin sebelumnya. Karena itu begitu berbahaya untuk begitu saja menerima semua kejahatan-kejahatan yang oleh koran-koran Hindia dikenakan kepada S.I., karena sebagaimana seorang di antara mereka harus mengakui: sebenarnya hubungan dengan kerusuhan-kerusuhan tidak dapat dibuktikan samasekali bahwa S.I. yang melakukannya. Apa yang kita ketahui pasti, selalu bagus bunyinya. Tanpa segera mengingkari ungkapan ini harus juga kita akui bahwa, dimana S.I. langsung terlibat dalam pemberontakan, hal ini sering terpancing oleh kecurigaan yang dimiliki dan ditunjukkan Pemerintah dan penduduk Eropa terhadap SI. Dimana Pemerintah nenyambutnya secara terbuka, kita lihat dia senantiasa bersedia bekerja-sama dengan baik. Ketika pemerintah memintanya, cabang S.I. di Batavia, telah menyerahkan brosur-brosur, yang oleh komite Bandung dikirim kepadanya untuk disebarkan. Betapa mudah cabangnya berpura-pura mengatakan bahwa brosur-brosur tsb. sudah tersebar.
Di Bandung, tempat S.I. tidak menemukan perlawanan dari pihak Pemerintah, Ia beragitasi dengan sukses terhadap kehidupan concubinaat wanita-wanita pribumi dengan orang Eropah.
Bahwa dogma-dogma agama harus digunakan (kabarnya Kur’an melarang untuk hidup seperti itu dengan orang Kristen), dapat dimengerti. Bukankah harus ditemukan caranya untuk menyadarkan orang pribumi akan situasi yang tidak diinginkan seperti ini: tujuan menghalalkan cara.

Karena concubinaat di Hindia, - yang sering terjadi di kalangan orang Eropa yang tidak menikah - yang hampir menjadi suatu kebiasaan umum, telah kehilangan sengatnya. Betapa sedikitnya orang muda Eropa dan Indo-Eropa terutama di pedalaman, memiliki keteguhan moral yang mampu menolak kebiasaan bejad seperti ini.Untuk memperlihatkan kepada wanita pribumi kedudukannya yang miring sebagai concubine, orang terpaksa harus mengacu kepada ajaran agama, karena keberatan-keberatan etis oleh keadaan telah kehilangan segala daya meyakinkan.

Selanjutnya ini suatu bukti tambahan bahwa S.I. bukanlah tidak memiliki ciri-ciri agama, terutama bila kita melihat bahwa mis. di Priangan, menurut Pemimpin Redaksi Javabode kunjungan ke mesjid-mesjid sangat meningkat sesudah didirikannya S.I.
Apa yang paling utama terkesan di S.I. adalah solidaritas anggotanya; orang cenderung membandingkanya dengan suatu camora Italia, sekiranya ia tidak bekerja terbuka dan mengejar suatu tujuan luhur dan indah yang tak terbantahkan. Solidaritas semacam ini mungkin diperlihatkan kepada orang Eropa dengan cara tidak terlalu rnenyenangkan, namun tetap suatu bukti yang menggembirakan dari bangkitnya kemampuan bela-diri orang pribumi menentang kekuasaan rohani Cina dan Eropa, dan sekaligus suatu jaminan, agar orang Eropah mengurangi agresifitas dalam pembasmian fisik kaum pribumi. Sangatlah menentang rasa keadilan. dan bila orang adalah pribumi, sengsara dan terhina, untuk melihat bagaimana mis. opzichter Eropa dalam kesalahan sekecil apa pun menghukum seorang pekerja pribumi dengan ‘rammeling’ sambil mengetahui bahwa dia tak akan membela diri 1), dan tak seorang pun akan mengetahuinya. Jika keadaan memuncak, bila orang akhirnya telah melukai orang pribumi dalam perasaannya yang terdalam, dan dia akhirnya mengambil pisau, maka dalam koran-koran disebut bahwa politik etislah yang menanggung segala kesalahan, dan lembaga penyelamat: arbeids inspectie yang masih belum cukup keras tindakannya, diserang.

Seringkali berita-berita dari Hindia sampai kepada kami tentang asisten-asisten yang diserang kuli-kuli di perkebunan-perkebunan. Namun secara mutlak dapat dipastikan bahwa selalu dalam berita itu muncul kalimat ini: “tuan H baru 2 minggu (atau dua bulan, sebulan, dsb.) di sini”. Jadi suatu pemberitahuan bahwa yang diserang itu bagaimana pun baru saja di Hindia. Bukankah segera muncul pertanyaan, dan bukankah pertanyaan itu wajar: “:Tidakkah mungkin, bahwa bukan nafsu membunuhnya orang Jawa, melainkan kasarnya orang kulit putih yang tidak mengenal adat setempat, penyebab pembunuhan itu?”

Mengapa opzichter Indo jarang berkonflik dengan pekerja-pekerjanya; ia pun tahu bahkan lebih tahu menguasai rakyatnya, dan juga keras? Tidakkah kejadian-kejadian di Hindia suatu petunjuk, untuk tidak lagi memandang Deli dsb. sebagai tempat pembuangan bagi tenaga-tenaga Belanda yang berlebihan atau tak terpakai? Di Hindia cukup banyak orang muda Indo-Eropa atau pribumi yang dapat mengerjakan tugas seorang asisten perkebunan jauh lebih baik dari orang muda Belanda; mereka mengenal rakyat pribumi dan tahan terhadap iklim Hindia. Maka orang tidak perlu lagi di Deli menantikan penuh kecemasan datangnya SI. Namun sayang, warna kulit dan kelahiran mereka biasanya suatu halangan tak teratasi untuk jabatan-jabatan tsb.
Pertanyaan apakah Serikat Islam suatu ungkapan kehendak rakyat dan memenuhi suatu kebutuhan yang dirasakan, sudah terjawab lewat fakta-faktanya. Di seluruh Jawa anggota-anggota telah melapor untuk S.I., baik orang Madura dan Sunda, yang hampir tidak ada persamaannya dalam sifat-sifat rakyatnya, dan yang rasa kepentingan bersamanya sampai sekarang masih terpendam bahkan di bidang agama.

Namun kebersamaan ini dibangunkan pertama-tama oleh propaganda S.I. dan kedua oleh politik kristen yang terlalu kuat dari Pemerintah di tahun-tahun terakhir. Sebagai bukti untuk yang terakhir ini saya ingatkan, bagaimana sesudah “Zondagsrustcirculatie” di Hindia timbul suatu kemarahan baru yang tertekan di kalangan pegawai negeri Muslim, terutama di Perkereta-apian: “Mengapa” tanya mereka, “hari istirahat kami tidak dihormati, dan kami dipaksa merayakan hari Minggu bersama orang kristen.” Bahkan dalam koran melayu “Chabar Perniagaan” yang dimodali Cina: ketika itu, orang merujuk kepada sebuah artikel dan Peraturan Pemerintah yang menurutnya kepercayaan setiap orang harus dihormati Pemerintah.
Tindakan kristen melampaui batas apa saja dapat terjadi di Hindia, terbukti dari kejadian-kejadian berikut: “Seorang residen yang baru diangkat mengadakan perjalanan kelilingnya yang pertama di daerah kristen; secara kebetulan ia harus merayakan hari Minggu di tempat yang juga didiami orang Muslim, yang bahkan memiliki pemimpin rakyatnya (burgervader) sendiri. Sang residen pagi itu ingin ke gereja, kejadian besar itu diumumkan kepada para kepala-kepala daerah. Para kepala distrik lalu mengirim surat resmi kepada kepala-kepala desa agar masuk gereja berpakaian seragam. Kepala muslim kita pun berseragam lengkap, duduk mendengarkan penolong pendeta Minggu pagi itu.”

Bersamaan dengan rasa kebersamaan islam-jawa itu, masuk pula faham-faham antifeodal ke dalam rakyat Jawa. Tidak bisa tidak; saat bangkitanya proletariat. ide-ide baru ini harus memasuki rakyat: jiwa ini terungkap dalam S.I. sebagai kekuatan rakyat yang mendesak ke atas, yang jalannya masih dapat diubah pemimpin-pemimpinnya dalam hal-hal kecil, namun mengubahnya secara menyeluruh mereka tidak mampu.

Jika kita mengikuti laporan-laporan tentang penghitungan rakyat oleh S.I. di Kali-Wungu, kita semakin yakin, bahwa S.I. mengarah kepada demagogi. Sebagai pembicara terhormat rnuncullah tuan TJOKROAMINOTO, Redaktur koran S.I.: Oetoesan Hindia. yang ternyata seorang pembicara rakyat yang ulung, dan yang dalam pidatonya menyatakan dengan jelas warna demokratisnya S.I.

Dalam replik dan duplik antara dirinya dan seorang jaksa dari salah satu tempat di daerah itu, yang terakhir ini membela mati-matian lembaga-lembaga seusia berabad-abad melawan serangan-serangan yang semakin memenangkan demokrasi. yang menemukan wakil yang tiada tandingannya dalam tuan TJOKROAMINOTO. Bahwa para pemimpinnya sangat menyadari kekuatan yang mendukung mereka, dapat kita lihat dari kata-kata benikut dalam pidato tsb,: “Harapan kita bahwa otonitas yang sah membuat kita mengerti apabila terjadi kesalahan, sebab kita dengan senang hati akan menyesuaikan diri”.

Lewat surat terbuka dalam Oetoesan Hindia, redaksi berpaling kepada Pemerintah sambil mengungkapkan ketidak-puasannya tentang cara kerjanya pegawai Eropa (a.l. seorang asisten residen), dengan mengungkapkan harapan agar pemerintah memperingatkan pegawai-pegawai itu atas tidak pantasnya cara kerja mereka.

Betapa berwibawa gaya surat itu, nadanya begitu tegas sehingga kita dapat memandang dokumen itu sebagai koreksi terhadap kebijakan pemerintah. Sejauh ini untuk pertama kali, serikat pribumi berpaling dengan bertanya langsung kepada pejabat Pemerintah tertinggi,
Apa pula yang dapat dikatakan tentang seorang pemimpin cabang S.I. yang menolak seorang kontrolir B.B. untuk menyerahkan dua anggota S.I. yang sesudah membunuh, lari menyembunyikan diri ke rumahnya, sebelum mengadakan pembelaan dengan komite sentral.
Sekali lagi, bukanlah maksud para pemimpin, bahwa S.I. melawan Pemerintah sekalipun dalam suatu tindakan yang cukup beralasan, namun yang disebut di atas ini rnenggambarkan makna, hakekat, yang dikenakan orang pniburni kepada serikatnya. terutama kepada pemimpinnya. Sidang yang dipilih rakyat pribumi dan yang lahir darinya yang sebagai pelindung berhadapan dengan gubernemen Belanda. ini salah satu contoh dari banyak lainnya.

Dan peraturan-peraturan pemerintah dalam bulan-bulan terakhir, amat sangat bersifat sedemikian, sehingga mengesankan bagi orang pribumi bahwa S.I. sepantasnyalah melawan pemerintah; mereka hanya memperlemah posisinya terhadap rakyat. Ketentuan-ketentuan seperti di Besuki mis, bahwa apabila empat anggota S.1. terlihat bersarna-sama mereka segera dapat ditangkap, tak dapat tidak membuat orang tertawa belaka.

Mengapa ketakutan itu, kecurigaan dari orang Eropa? Di Besuki perkebunan tebu telah memiliki senjata-senjata. Itukah suatu pengakuan, suatu pengakuan terpaksa bahwa apabila memang kemarahan rakyat meletus, para kepala perkebunanlah jatuh sebagai korban-korban pertama? Sekali lagi adakah ini suatu pengakuan terpaksa, dan kebenaran fakta-fakta yang ditulis dalam “Het Boek Van Siman, den Javaan”?

Nah, ubahlah keadaan kerja wong tani, maka tak akan ada lagi alasan bagi pemilik-pemilik pabrik gula dan petani tabak untuk membentengi diri dalam rumah-rumahnya. Namun bukan cuma swasta, pemerintah pun - yang (lihat pidato mahkota Gubernur Jenderal) tahu bahwa S.I. menguasai seluruh keadaan, - memperlihatkan kecurigaan dan kekhawatiran terhadap S.I. yang bekerja tak rnenguntungkan prestisenya. Ketika putera mahkota Solo naik kapal di Tanjung Priok untuk berlayar ke Eropa, wakil-wakil S.I. ingin menyapanya sebagai pelindung serikat, Namun dihalangi polisi. Mengapa rakyat harus dilarang menjalankan penghormatan spontan ini? Mengapa perbuatan picik terhadap suatu kenyataan sederhana, sehingga tindakan ini membawa kepada salah tafsir?

Dan masa meyakini pendapat ini meskipun salah, karena tuan TJOKROAMINOTO menganggap perlu mengatakan dalam pidato yang sudah sering disebut-sebut: “Sumpah yang kami minta sebagai syarat, hanyalah suatu janji kesetiaan terhadap statuta; tak ada yang dituntut menentang pemerintah. Ada yang mengatakan bahwa S.I. mempunyai rahasia. Ah, ada saja rahasia-rahasia di luar organisasi. Kalau pimpinan merasa kekurangan tenaga untuk mempertahankan statuta, SI. akan minta bantuan pemerintah.” Apabila gambaran yang salah itu belum masuk, mengapa ahli pidato ini menekankan kesepakatan yang harus ada antara S.I. dan pemerintah? Jiwa serikat rupanya telah menyimpang jauh dari maksud para pendiri sehingga mereka rnenganggap perlu menguraikan pendirian mereka dalam suatu pernyataan hukum: mereka menjelaskan keyakinannya:

a. Bahwa sejarah kelahiran Serikat Islam tidak ada hubungannya dengan apa yang berkali-kali dikemukakan dalam koran-koran Hindia. seakan-akan dari pihak pemerintah diadakan tekanan pada berpindahnya orang Muslim ke agama Kristen;
b. bahwa mereka dalam lingkungannya tidak menemukan bahwa usaha-usaha yang dimaksud itu (jika ada) telah menyebabkan rasa tidak senang di kalangan pribumi.
c. bahwa kaum pribumi tidak dihalang-halangi dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama Muslimnya, dan secara hakiki juga tidak mau dihalangi, tetapi bahwa dapat dipastikan S.I. tidak didirikan sebagai pertahanan terhadap agama kristen atau terhadap agama-agama lain apa pun;
d. bahwa masalahnya lain samasekali, terutama untuk memperoleh hubungan-hubungan ekonomi yang lebih baik oleh kerjasama, sehingga orang Jawa, Madura, Sunda dan Melayu, masing-masing sesuai kemampuannya bekerjasama demi kemajuan yang dalam tahun-tahun lampau di Hindia tak dapat diingkari, juga untuk menarik keuntungan daripadanya.
e. bahwa bangsa-bangsa di Timur di tahun-tahun terakhir dimana-mana telah maju, sehingga juga sebagian besar kaum pribumi di Jawa terbangun dan memahami bahwa hanya dengan kerja-sama (semua terikat oleh satu ikatan) dapat diharapkan hasil-hasil kemajuan;
f. bahwa serikat mengenakan nama Islam karena para pendiri mengerti, bahwa ini paling berkesan dan dengan dernikian mencapai ‘ikatan yang diperlukan” sementara selain kepentingan materiil kaum pribumi (Muslim R.), serikat bertujuan meningkatkan kehidupan beragama di kalangan pribumi Muslim tanpa perlu bersikap bermusuhan.

Namun marilah kita tinjau lebih dekat pernyataan ini.
Dalam a dijelaskan bahwa sejarah kelahiran dsb. dsb. Betul, sebagaimana saya sudah kemukakan lebih dulu: bukan pendiriannya melainkan dibanjirinya serikat, harus dipandang sebagai reaksi atas semangat kepemerintahan.

Dalam b. orang berhati-hati dan menjelaskan bahwa mereka di lingkungannya tidak menemukan rasa tidak senang terhadap tekanan (jika memang ada) untuk membuat kaum pribumi beralih ke agama kristen. Bagaimana keadaan di luar lingkungan mereka, tidak disebut-sebut, Namun bila memang diadakan tekanan dalam hal itu. pastilah terdapat rasa tidak senang, hal mana memang sangat mudah difahami.

Dalam c. pernyataan yang pasti bahwa orang pribumi dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya tidak mau dihalangi, namun segera sesudahnya kepastian bahwa S.I. bukan pertahanan terhadap agama kristen.

Dalam d. juga upaya menenangkan dan pernyataan puas kepada pemerintah dengan mengemukakan kemakmuran rakyat dan diperkuat dalam e. yang juga menyatakan bahwa karena kemakmuran inilah, timbul kebangkitannya.

Dalam f. suatu penjelasan tentang motif-motif mengapa kata Islam diambil, dan pengingkaran bahwa tujuan-tujuan keagamaan menjadi dasarnya; namun hal ini segera dibantah oleh pemberitahuan pada akhirnya: bahwa tujuan yang dikejarnya adalah peningkatan hidup keagamaan orang Muslim tanpa fanatisme terhadap yang beragama lain.
Namun dengan demikian pertanyaan tidak terjawab: apabila tujuan utama serikatnya adalah perbaikan hubungan-hubungan sosial, kepentingan materiil kaum pribumi, mengapa dibuat antitese dalam pernyataan iman, sehingga bagian besar dari penduduk asli diasingkan?
Bagaimana menafsirkan pernyataan ini? Dengan mengujinya pada kejadian-kejadian, saya beranggapan bahwa para penanda-tangan mempunyai berbagai motif.

Pertama, karena khawatir bahwa kendali penguasa atas kekuatan-kekuatan terpendam yang dibangunkannya, perlahan-lahan akan terlepas, mereka berkehendak dengan pernyataan otentik jelas-jelas membatasi tanggung-jawabnya, dan jelas tidak rnau dimintai pertanggung-jawabannya atas kejadian-kejadian yang tidak langsung mengalir dari tujuan-tujuan tertulisnya.

Kedua: Pemerintah kini ingin mereka ampuni atas tuduhan bahwa SI. oleh anutan politik pemerintah yang menyebabkan turunnya nilai rohani organisasi dengan berubahnya arah politik hal ini harus dicegah: di atas segalanya, di bawah kekuasaan klerikal kristen atau liberal, S.I. harus dapat mempertahankan dirinya sebagai perwujudan kehendak rakyat terlepas dari semangat kepemerintahan.

Ketiga: memperlihatkan kepada kita S.I. dalam bentuknya yang paling murni, yaitu yang diterangi pencerahan cita-cita para pendiri. Namun, fakta-fakta jelas tampak bagi kita, dan realitas kita lihat menyimpang dari cita-citanya.

Akhirnya apa gunanya bagi kita maksud-maksud sejumlah pribadi, apabila massa lain pendapatnya? Dan, sebagaimana TJOKROAMINOTO sendiri akui dalam pidatonya bahwa para pemimpin tidak akan mampu mengarahkan serikat ke tujuan lain apabila dikehendakinya sendiri, demi pandangan yang benar, kita jangan terlalu memandang serius penjelasan sejumlah pemimpin. sekurang-kurangnya jangan memakai pernyataan ini sebagai suatu penilaian obyektif dan dengan demikian memandang lebih rendah gerakannya.

Karena dari pengakuan itu sendiri, dan pengakuan tentang ketidak-mampuan diri sendiri untuk menghalangi atau mernbalikkan kehendak rakyat, dapat ditarik kesimpulan, bahwa jiwa serikat tidak dapat dinilai menurut ide-ide sejumlah pemimpin, Namun menurut pengungkapan-pengungkapannya.

Masalah lain adalah pertanyaan: sejauh mana para pemimpin itu bersalah, bahwa mereka kini tidak lagi menguasai keseluruhan gerakan yang mereka awali itu, sehingga kadang-kadang para anggota telah kehilangan pandangan atas statuta, dan berbenturan dengan pemerintah.
Bila kita mengikuti kejadian-kejadiannya. kadang-kadang rupanya para pemimpin tidak bersalah; bahwa mereka sekurang-kurangnya baik dalam pidato maupun dalam tulisan mendesak para anggotanya agar menjaga ketenangan dan ketertihan dalam negeri, Namun sering tindakan gegabah para pegawai Pemerintah atau berpegangnya terlalu keras pada kebiasaan lama orang Eropa atau Cina, memancing perlawanan dari atau benturan dengan S.I.
Kita juga tidak boleh lupa, bahwa pers Hindia berdaya-upaya untuk menyoroti SI. secara negatif.

Bagaimana mis. tentang pembunuhan massal yang dalam bulan Agustus dilancarkan anggota S.I. di Batavia? Orang menjadi khawatir, dan Javabode dengan agitasi berlebihan, menulis tgl. 19 Agustus:

“Semangat kaum pribumi, dipanasi kegilaan agama, ingin mengungkapkan diri dalam menjalankan pembunuhan massal terhadap orang Eropa. Bedebah-bedebah yang berspekulasi atas fanatisme sesamanya, bersembunyi di balik S.I. itu ingin mengadakan pembunuhan-pembunuhan demi hasil jarahan. Para saudara harus didahulukan karena S.I. dan agama Kristen dan sesudah membicarakan ketentuan-ketentuan Pemerintah, disertai pernyataan bahwa sejumlah pasukan akan siap-siaga lengkap dengan senjata, menyusul pernyataan untuk menenangkan penduduk Batavia: “Jadi tidak ada alasan sedikit pun untuk khawatir, (sic.R). Orang jangan takut untuk kejadian yang akan datang. Bayangan-bayangan yang sudah terlontar sudah memancing ketetapan-ketetapan yang sangat ketat.”

Setelah begitu dihebohkan, sekurang-kurangnya dapat dinantikan adanya bentrokan-bentrokan antara militer dan S.I.

Namun, tak terjadi apa-apa, bahkan tak ditulis apa-apa lagi tentang hal itu. Seluruh ancaman ternyata khayalan belaka; orang berusaha mengumpulkan bahan untuk incrimineren S.I.
Tgl. 29 Maret y.l. oleh Pimpinan Pusat S.I. dalam suatu audiensi, diserahkan kepada Gubernur Jenderal statuta untuk rnemperoleh hak pendirian, yang ditolak Gubernur Jenderal. yang berpendapat bahwa sebelum diberi hak berdirinya. para pemimpin harus menunjukkan sungguh-sungguh mampu menguasai gerakannya.

Mungkin saja pendirian tentang hal ini yang diambil pemerintah dapat dibenarkan berdasarkan hukum-hukum yang ada, tetapi dari sudut-pandang taktik tidak demikian.

Berdasarkan kenyataan bahwa organisasi ini suatu ungkapan dan jiwa rakyat, mestinya mereka sambut secara terbuka. Tidaklah dapat diingkari, bahwa penolakan ini menimbulkan kekecewaan di antara para anggota, dan dilihat sebagai sikap bermusuhan terhadap setiap emansipasi rakyat pribumi.

Semoga pada permohonan berikut Pemerintah berubah pendapat, sebab pemberian hak berdiri akan membawa dua akibat langsung: 1.kewibawaan moril para pemimpin diperkuat, yang memampukan mereka lebih kuat menuntut diturutinya statuta; 2. pemerintah tidak menunjukkan sikap bermusuhan dan juga tidak takut terhadap kebangkitan rakyat pribumi.

Jalan tengah untuk memberi hak berdiri kepada organisasi-organisasi lokal dan tidak kepada satu organisasi besar menurut saya akan memperlemah posisi pemerintah.

Seperti halnya setiap gerakan di negara-negara lain akan muncul pribadi-pribadi yang menginginkan lebih cepat jalannya keadaan. Orang-orang yang jiwanya mendahului masanya, namun tetap harus hadir untuk melempangkan jalan bagi massa, yang mengikutinya. Di antara pribadi-pribadi semacam itu saya masukkan orang-orang Jawa yang sudah banyak diperbincangkan seperti TJIPTO MANGOENKOESOEMO, dan R.M. SOEWARDI SOERJANINGRAT. Yang terakhir ini adalah Ketua S.I. di Bandung. Orang-orang terpandang dengan sikap kritis, memberontak terhadap pandangan-pandangan keliru dan hubungan-hubungan yang salah di negerinya.

Maka ketika pesta-pesta kemerdekaan Belanda dirayakan dengan begitu menyinggung perasaan orang pribumi, terbentuklah di Bandung suatu komite terdiri dari orang-orang pribumi yang menyebarkan brosur geincrimmeerde: “Jika saya orang Belanda....” Dapatlah dimengerti dan dimaafkan terhadap seorang anak bangsa yang tidak memiliki kemerdekaannya. Tulisan ini mestinya tidak boleh menjadi alasan bagi ditawannya kedua orang tsb. yang memiliki keberanian untuk berjuang demi cita-citanya. Lagipula dalam keseluruhan dokumen itu tak ada bekas ‘rassenhaat”. Justitie di Hindia yang mau memerangi ‘rassenhaatwekkende’ tulisan telah alpa dalam memusatkan perhatiannya terhadap artikel dalam Preangerbode: “Jika saya orang pribumi” Bodoh dan lebih menghina lagi dari lawannya, tulisan itu mencerminkan cara yang tak dapat dipercaya bagaimana orang Eropa rata-rata yang oleh pengaruh panasnya matahari tropis bertindak terhadap rakyat pribumi.

Terpaku pada kewibawaan Barat di masa ini, baginya segala yang sifatnya Hindia, rendah dan ia lupa (bahkan tidak tahu samasekali) bahwa Timur juga memiliki budaya yang sangat dihargai orang-orang Barat terhormat dan termasyur.

Dalam pamflet: “Bila saya pribumi” satu penghinaan ditumpukkan atas yang Iainnya dan berakhir dengan: “Apabila saya orang pribumi ... saya ingin menjadi orang Belanda.”
Perlakuan merendahkan yang sudah dikenakan pada orang pribumi, terlalu dikenal untuk dibicarakan lebih lanjut. Namun apabila seorang pribumi bereaksi mengamuk, ía disebut: “orang Jawa yang tidak matang, setengah masak” atau “anak tropen tanpa keseimbangan dalam pikiran dan perasaan”, sebagaimana dirumuskan redaksi Soerabaiasche Handelsblad.

Bagi saya lebih dapat dimengerti bahwa pengejaran itu dilembagakan karena jiwa lndische Partij berhembus dalam brosurnya. Kalau demikian, ini satu bukti lagi bahwa sekalipun resmi sudah dibubarkan., I.P. masih tetap ada. sekurang-kurangnya ikatan jiwa yang mengikat anggota-anggota partai sehingga pada suatu hari bangkit dalam bentuk yang lain.

Betapa kelirunya akibat hukuman itu, dapat kita baca dalam Expres. TJIPTO MANGOENKOESOEMO menulis:
“Ada rangsangan untuk menantang penguasa (Pemerintah) yang mengerahkan tenaganya sedemikian rupa untuk mengecilkan kami. Semakin kuat aksinya, seimbang pula kekuatan kita.”
Naif tak bertanggungjawablah para penguasa di Nederland untuk memandang TJIPTO dan SOEWARDI terpisah sama sekali dari massa rakyat Jawa, sebagai dua “true eyes” yang pikiran-pikirannya terlalu jauh terpisah dari orang Jawa biasa, untuk diperhitungkan. Hal ini juga dilihat sejumlah koran Hindia; Locomotief a.l. berkata: “Setiap permainan pemberontakan hanya akan bermuara pada sejumlah salvo. Atau bila menghendaki hasil paling baik, pada munculnya penguasa yang lain..” Kemungkinan ketiga tidak dibicarakannya: Bagaimana pun juga orang mengakui bahwa ide-ide TJIPTO dan SUWARDI, tersebar luas di berbagai kalangan. yang dapat menjadi alasan bagi suatu “permainan pemberontakan.”

Bukan, kita jangan melihat dalam kedua orang Jawa ini orang-orang sesat secara rohani di tengah hutan-rimba ide-ide Barat yang dimasuki berbagai orang Hindia yang bangkit, bukan, mereka adalah bentara-bentara yang diutus mendahului arak-arakan panjang yang akan datang. Apa tujuan akhirnya; kemana arah arak-arakan itu? Menurut saya ini tidak bisa diragukan lagi. Mungkin tidak disadari, perjuangan S.I. akhirnya akan dibimbing menurut arahan yang dikehendaki TJIPTO dan SUWARDI, betapa menghancurkan pun pandangan pers dan masyarakat.

Dalam koran Locomotief kita membaca: “Sungguh amat sangat disayangkan karena ini sangat merugikan penduduk pribumi. ini ikut merugikan suatu serikat yang murni dan berguna.”
Bahwa kedua idealis, sebab memang demikianlah mereka, lebih merugikan daripada menguntungkan diri mereka sendiri, sudah pasti. tetapi bahwa mereka telah merugikan kepentingan S.I. tidaklah jelas. Justeru oleh selingan yang kurang menyenangkan ini dalam kehidupan politik, mereka telah memberi pelajaran kepada pemimpin-pemimpin S.I. untuk berhati-hati. Bagaimana para pemimpin menanggapi isyarat ini baru kita tahu kemudian.
Namun bahwa evolusi S.I. kini sudah dibatasi, kenyataannya didiamkan. Saat-saat yang sulit akan dihadapi wakil-wakil penguasa Belanda di Hindia.: politik kolonial telah memasuki tahap yang baru. Di samping pandangan dan keinginannya, Pemerintah kini juga harus mempertimbangkan pandangan rakyat Hindia, yang diwakili pimpinan S.I. Pada pandangan pertama kesannya situasi tidak sehat berupa “adanya negara dalam negara”, pada tinjauan selanjutnya sebenarnya ini langkah besar maju menuju “Parlemen Hindia”, jadi sangat rasional.
Pada akhir usahanya, saya tak dapat tidak memberi sekedar pandangan atas aliran-aliran pada urnumnya yang muncul di Hindia.

Kini bukan pertanyaan lagi apakah Hindia matang untuk pemerintahan sendiri, soalnya hanya apakah Hindia berhak atas pemerintahan sendiri. Dan jawabannya tak bisa tidak ya; juga politisi Belanda yang punya wibawa beranggapan, bahwa satu-satunya kewajiban yang dipikul Belanda adalah: mendidik Hindia untuk berdiri sendiri sebagai bangsa. Jadi sekiranya hak otonomi bagi Hindia suatu fakta yang tak terbantahkan maka haruslah diperjuangkan setiap upaya yang mendorong hal tsb.

Dan begitu “disayangkan” bahwa pemerintah bersikap sangat tidak bersahabat terhadap lndische Partij; ketika ungkapan partai itu penuh gejolak, mestinya diredakan; karena dengan pembubaran I.P. telah diadakan pemilihan di kalangan pribumi dan Indo terhadap pemerintah. Terutama yang terakhir ini, merasa dilupakan oleh tanah air. Siapa yang meragukannya, carilah saja suatu karya ilmiah tentang “Masalah Indo.”

Bila professor SNOUCK HURGRONJE dalam serangkaian ceramah membahas masalah Islam, pantaslah orang memberi lebih banyak perhatian terhadap soal yang sama pentingnya: masalah Indo. Praktek telah membuktikan bahwa hal ini patut diperhatikan, bahwa sang Indo tak mesti disisihkan bagaikan jumlah yang boleh diabaikan dalam politik kolonial, dan bahwa dalam perlakuan keliru unsur Indo masih lebih berbahaya dari yang pribumi, karena sang Indo tidak memiliki kesabaran dan ketakwaan seperti yang dimiliki orang Jawa.

Dalam suatu artikel Gids berkatalah tuan VAN DEVENTER merujuk kepada masalah Islam: “Hendaknya Belanda diperingati dan bangun, sebelum terlambat”. Kata-kata ini ingin juga saya terapkan pada masalah Indo.

Bermimpi tentang suasana berpikir di Hindia kini, amat sangat optimis. Telah muncul semangat ketidak-puasan orang tidak puas dengan ketertiban yang ada, tidak puas dengan tanah air dan :kerusuhan serta permainan revolusi merupakan pendahuluan dari hal-hal yang akan datang, kecuali tangan besi membanting stir dan mengarahkan kapal politik kolonial ke pelabuhan yang aman.

Karena, sekalipun tuan NOTOSOEROTO menulis dalam salah satu tulisannya bahwa nada dasar dan perasaan kaum pribumi di Nederland itu: ‘bersimpati terhadap Belanda dan orang Belanda”, apa artinya jumlah kecil itu ketimbang jutaan di Hindia sana.

Selama situasi disana tidak diperbaiki, bukan saja untuk sejumlah kaum intelektual namun bagi semua orang yang terlahir dalam perjuangan hidup dan menggulati prasangka dan posisi hukum yang tak menguntungkan, selama itu tetap ada ketidakpuasan.

Bukanlah di Belanda harus terlaksana perbaikan terhadap penyakitnya, bukan saja upaya melancarkan aliran orang Hindia ke Belanda yang akan membelokkan bahaya (sebelum tercapai jumlah secukupnya disini, mungkin sudah terlambat), namun di Hindia sendiri orang harus mulai dengan perubahan mendasar yang menuntut kepatutan.

Disana, bahan bakar harus dijauhi dari apinya; orang harus membasmi hal-hal yang bisa menjadi penyebab arak-arakan yang diumumkan dua bentara agar dapat lewat bagaikan mimpi buruk yang menakutkan bagi rakyat Hindia dan Belanda.

Bahwa kelak akan tiba waktunya bahwa Hindia berdiri sendiri sebagai bangsa, sudah pasti. Sejarah tak dapat membuktikan adanya satu bangsa pun yang dikuasai secara abadi.

Semoga perpisahan yang tak terelakkan itu bersahabat sifatnya, agar sesudahnya tetap berlangsung jalinan unsur-unsur budaya yang nyaman antara Hindia dan Belanda yang berabad-abad lamanya pernah dipersatukan oleh sejarah.

AMSTERDAM, November 1913.


DAFTAR KATA-KATA BAHASA ASING

Kata-kata Bahasa Hal.
adie Jawa kepala 8
arae ayes Latin 25
arbeids inspectie Belanda dinas pekerjaan umum 17
bataviaasch niewuwshlad Belanda harian batavia 1,6
bond van jong Indo’s Belanda nama serikat orang indo 6.7
Burgerij Belanda rakyat biasa 6
camora Italia 16
concubide Belanda pasangan hidup bersamadi luar perkawinan 16
concuhinaat Belanda hidup di luar perkawinan 16
conditio sine qua non Latin syarat mutlak 13
demagogis Belanda agitatif 11
expres Belanda nama harian di hindia belanda 1
gids Belanda nama hmedia di belanda 26
hoofdeiischool Belanda sekolah pemimpin 14
incriminasi Belanda inkriminasi 23
indischie partij Belanda partai hindia 2.7
inlander Belanda orang pribumi 7
inlands Belanda bersifat pribumi 7
Javabode Belanda nama media di jawa 16
Justitie Belanda pengadilan 24
klerk Belanda tenaga tata usaha 8
kolperteur Belanda penjaja 13
landbouw en veeartsenschool Belanda sekolah pertanian dan peternakan 15
locomotife Belanda nama harian 25
monster Belanda monster 10
opzichter Belanda mandor 7.16
praticulieren Belanda kaum swasta 1
preangerbode Belanda nama media di jawa barat 24
proletariaat Belanda proletariat 6
rammeling Belanda pukulan 16
rate of wages Inggris skala gaji 8
regent Belanda bupati 5
regenten vereeniging Belanda persatuan bupati 6
semoehoen Belanda ya 8
soerabaiash handelsblad Belanda nama media di surabaya 25
stovia Belanda sekolah tinggi kedokteran 3
traktement Belanda traktemen 8
unicum Belanda keunikan 11
wong Belanda orang 19
zendeling Belanda utusan 9
zending Belanda perutusan 9
zendingsgenootschap Belanda misi 9
zondagsrustchirculatie Belanda peraturan hari minggu 17

Koleksi www.bode-talumewo.blogspot.com

===================================================================
"Tabea Waya!
Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan, kisah dan kedudukan kaumnya di sepanjang masa!
Minahasa adalah bangsa yang basar!
Karena itu hargai akang torang pe Dotu-dotu deng samua yang dorang kase tinggal for torang!
Pakatuan wo pakalawiren!
Sa esa cita sumerar cita, sa cita sumerar esa cita! Kalu torang bersatu torang musti bapencar, biar lei torang bapencar torang tetap satu!
I Yayat U Santi!"
===================================================================


Galeri Foto Minahasa: PEMILU - Pemilihan Umum Anggota Dewan di Minahasa

Hari pemilihan seorang Hukum Tua (Kuntua/Kepala Desa) di sebuah kampung di Minahasa sekitar tahun 1900 merupakan sebuah "pesta".

Gedung Minahasaraad (Dewan Minahasa) pada awal dibentuk dan dibangun tahun 1930-an.

Para anggota Minahasaraad (Dewan Minahasa) sedang mendengarkan sebuah pidato di Lapangan Manado (TKB sekarang) sekitar tahun 1930-an.

Pertemuan propaganda dari Partai Indonesia (Partindo) Cabang Manado yang diadakan di Bioskop Kotapraja Manado tanggal 1 Mei 1932.

Pemilihan anggota Minahasaraad (Dewan Minahasa) tanggal 22 Maret 1948 saat Daerah Minahasa di bawah naungan Negara Indonesia Timur (NIT).

Pelantikan anggota Dewan Minahasa (Minahasaraad) oleh Perdana Menteri NIT anak Agung Gde Agung pada bulan Maret 1948.

Suasana kampanye pemilihan anggota Dewan Minahasa bulan Juni 1951.

Poster/baliho partai politik terpancang di Taman Lex Kawilarang (sekarang TKB/Taman Dotu Lolong-Lasut) waktu Pemilu 1955.

Koleksi www.bode-talumewo.blogspot.com

===================================================================
"Tabea Waya!
Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan, kisah dan kedudukan kaumnya di sepanjang masa!
Minahasa adalah bangsa yang basar!
Karena itu hargai akang torang pe Dotu-dotu deng samua yang dorang kase tinggal for torang!
Pakatuan wo pakalawiren!
Sa esa cita sumerar cita, sa cita sumerar esa cita! Kalu torang bersatu torang musti bapencar, biar lei torang bapencar torang tetap satu!
I Yayat U Santi!"
===================================================================

Arti “I YAYAT U SANTI”

Arti “I YAYAT U SANTI”

oleh Jmz Merky Worek 10 April jam 19:23

Versi 1:
Keterangan artinya seruan Minahasa I Yayat U Santi

Seruan orang Minahasa sejak dahulu kala ini menjadi perhatian masakini karena lambang Minahasa sekarang banyak terdapat tulisan tersebut. Lalu apa arti dan makna ungkapan ini ? Angkatlah Dan Acung-Acungkanlah Pedang (Mu) Itu. Ungkapan ini diseru-serukan khususnya oleh para waraney, anggota kabasaran, penari tari pedang dalam menghadapi tantangan yang dianggap musuh. Ini merupakan suatu komando, perintah tetapi juga untuk membangkitkan gairah, semangat sekaligus untuk mengusir kecemasan, kekuatiran dan ketakutan ketika menghadapi tantangan (musuh. Ungkapan ini diseru-serukan oleh pemimpin-pemimpin masyarakat dalam hal mengajak mereka untuk bersama-sama maju dengan kebulatan tekad melaksanakan apa yang dihasilkan dari perundingan bersama kepada anak-cucu-cecenya. Ia mengandung juga seruan supaya hendaklah kamu gagah perkasa, maju terus dan pantang mundur.
Cara menyerukan bagi para waraney ialah dengan suara yang nyaring, tegas betul-betul seperti komando, sambil mengangkat dan mengacung-acungkan salah satu tangan dengan kepalan jari-jarinya. Lalu seruan ini disahuti dengan sorakan oleh rekan-rekan waraney atau oleh hadirin dengan jawaban atau sambutan : Uhuuy!! atau Tentu itu!! yang artinya : Setuju, demikianlah halnya!. Apabila kita menggunakan ungkapan dan seruan ini untuk masakini, maka maknanya ialah : Supaya kita melengkapi diri kita dengan segala kearifan, hikmat, ketrampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecekatan Itulah santi kita masakini yang harus diacung-acungkan menghadapi segala tantangan yang mengancam kehidupan kita baik fisik maupun non-fisik, dengan segala kebulatan tekad sesudah dimusyawarahkan bersama. Tantangan ini adalah kemiskinan, kemalasan, kebodohan, kelaparan, ketidakadilan, ancaman penjajahan, dan segala sesuatu yang dapat menjadi musuh kehidupan. Dalam bahasa Alkitab ungkapan ini juga bermakna sebagai pengejawantahan kuasa-kuasa maut. Dan karena kuasa maut itu telah ditaklukan oleh Allah sendiri karena membangkitkan PuteraNya Yesus Kristus dari kematian, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berjuang demi kemenangan kehidupan. Jadi seruan I Yayat U Santi! dan sambutan sorakan Uhuuy! atau Tentu itu! bermakna : Marilah kita bersama menghadapi tantangan maut itu dan menanggulanginya demi kehidupan kita dan anak-cucu-cece kita. Dikutip dari buku : Injil dan Kebudayaan di Tanah Minahasa - Dr. WR Roeroe.


Versi 2:

Cerita ini terjadi diwaktu dinosaurus masih banyak berkeliaran didunia dan dikala Toar dan Lumimuut belum lahir. Di kota Bandung ada dua orang anak Hidayat dan Susanti yang sudah sejak kecil berkawan karib. Pada suatu hari orang tua mereka membawa keduanya berlibur ke pantai Ancol di Jakarta. Tiba-tiba gunung Krakatau meletus dan ombak besar menghanyutkan kedua anak itu entah kemana. Penduduk Bandung sangat sedih kehilangan kedua anak-anak itu. Hidayat ternyata dibawa ikan lumba-lumba kesuatu pulau. Dua puluh tahun kemudian ketika Hidayat sedang berjalan-jalan dipantai tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis manis yang segera ia kenali dari senyumnya. Ia langsung menegur, “Saya Yayat, kamu Santi”. Tetapi gadis itu terdiam tidak mengerti. Hidayat mencoba dalam bahasa Inggris,” I Yayat, you Santi”. Seketika itu juga Susanti segera mengenali Hidayat. Merekapun hidup berbahagia dan keturunan mereka berkembang biak ditanah Mihahasa yang sampai saat ini mempertahankan semboyan “I Yayat U Santi”. Beberapa dari keturunan mereka pada detik ini sedang on-line di internet membaca dongeng nonsense ini. (Dari Board for Jokes oleh Dr. toudano)
hehehehehehehehe ^_^

Galeri Foto Minahasa: Koran Suluh Kaum Muda


Majalah Serikat Pemuda Masehi (SPPM) GMIM "Soeloeh Kaoem Moeda No. 6 Th. X - Februari 1941 yang diasuh oleh Ketua SPPM E. Katoppo (kelak jadi Menteri Pendidikan Negara Indonesia Timur/NIT).

HARI PERSATUAN PEMUDA GMIM

HARI PERSATUAN PEMUDA GMIM

Paskah kedua, 9 April 2007 yang akan datang, pemuda GMIM akan merayakan Hari Persatuan, yang ke 80. Ada yang menyebutnya sebagai Hari Ulang Tahun. Istilah terakhir merupakan perkembangan terakhir. Sejak awalnya istilah hati persatuan (yang dalam bahasa Belanda-nya: bondsdag) yang selalu dipakai. Penggunaan istilah ini memang berkaitan erat dengan sejarah munculnya perayaan itu, tetapi juga sejarah kehadiran Pemuda GMIM.

Sampai pada tahun 1920-an, organisasi pemuda dalam lingkungan Indische Kerk di Minahasa, lebih didominasi oleh kalangan pemuda-pemuda Belanda, hingga namanya juga dalam bahasa Belanda. Sekembalinya para pemuda yang belajar di Belanda, yang seperti juga banyak pemuda Indonesia lainnya, sudah dipengaruhi oleh semangat nasionalisme, maka muncul kesadaran adanya organisasi pemuda gereja yang betul-betul Minahasa. Maka di bawah kepeloporan tokoh-tokoh pemuda seperti Paul Tindas, W.J. Rumambi, dan sebagainya, di kampung-kampung muncul organisasi yang diberi nama “Serikat Pemoeda Masehi” (SPM). Dengan demikian di beberapa kampung terjadi dualisme dalam organisasi kepemudaan. Maka atas inisiatif tokoh-tokoh seperti DR. De Vreede, seorang pendeta muda asal Belanda, yang disertasinya berbicara tentang nasionalisme, diadakanlah upaya-upaya untuk mempersatukan organisasi pemuda itu, baik untuk mempersatukan dualisme, maupun mempersatukan organisasi yang masih bersifat lokal, menjadi organisasi yang meliputi seluruh tanah Minahasa. Puncak dari usaha ini, adalah pertemuan di pasanggarahan Wawali-Ratahan, pada paskah kedua tahun 1927 (?) saat mana dideklarasikanlah “Serikat Pemoeda Masehi”. Saya memberikan tanda tanya pada tahun 2007, sebab ada sumber lain yang mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 1928. Masih perlu diteliti mana yang benar. Tetapi yang sampai sekarang umumnya diterima adalah tahun 1927. Mungkin dengan menggali sejarah jemaat-jemaat di Ratahan, bisa ditemukan tahun persisnya.

Apakah tahun1927 atau 1928, kita peristiwa bondsdag itu memberikan indikasi kepada kita, bahwa kesadaran persatuan di antara para pemuda kristen, berlangsung bersamaan dengan munculnya rasa persatuan di antara pemuda di Indonesia, yang memuncak pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Artinya bondsdag itu sedikit banyaknya ada hubungan dengan Hari Sumpah Pemuda. Karena itu kita sekarang bisa mencatat betapa besar peranan pemuda gereja dalam membangkitkan rasa persatuan nasional, justru mulai dari lingkungan gereja.

Nama SPM kemudian berubah menjadi Pergerakan Pemuda Kristen Minahasa (PPKM). Di zaman PPKM ini, bondsdag tetap dirayakan, sehingga jelas sudah bahwa PPKM merupakan kelanjutan dari SPM. Dalam perjalanannya, PPKM, seperti juga SPM, masih merupakan organisasi kepemudaan yang tidak terintegrasikan ke dalam GMIM. Mereka memilih sendiri pengurusnya dan tidak menjadi bagian dari Majelis Jemaat, apalagi menjadi Penatua. Keadaan ini lama kelamaan disadari kurang menguntungkan baik bagi GMIM itu sendiri maupun bagi PPKM sendiri. Mereka melukiskan keadaan PPKM waktu itu bagaikan berada di halaman gedung gereja, tetapi tidak di dalam gedung gereja. Di tahun-tahun 60-an keinginan untuk menjadi semakin menjadi-jadi. Maka pada tahun 1966, diproklamasikanlah PPKM menjadi Pemuda GMIM. Lambang Pemuda GMIM yang pertama kali digunakan adalah tulisan Pemuda GMIM yang berada di dalam bangunan sebuah gedung gereja. Di tahun-tahun itu pula pihak Gereja mulai mengupayakan supaya organisasi kategorial itu seperti Pergerakan Kaum Ibu Kristen Minahasa (PKIKM) dan Pergerakan Kaum Bapa Kristen Minahasa (PKBKM), terintegrasi ke dalam struktur jemaat, dengan membentuk apa yang disebut Majelis Pergerakan Kristen, yang terdiri dari para Ketua ketiga organisasi tersebut, yang juga sudah menjadi Penatua.

Adalah Tatagereja 1970, yang digodok sejak 4 tahun sebelumnya, mengintegrasikan ketiga Pergerakan tersebut ke dalam tubuh Majelis Jemaat dengan nama Komisi Pelayanan Khusus yaitu Komisi Pelayanan Remaja & Pemuda., Komisi Pelayanan Anak, Komisi Pelayanan Wanita/Kaum Ibu dan Komisi Pelayanan Pria/Kaum Bapa. Sekedar menjadi penatua, ternyata kemudian dirasakan belum cukup untuk betul-betul bisa mengintegrasikan keempat Komisi itu ke dalam tubuh majelis jemaat. Sebab ternyata, keadaannya masih tetap sama dengan zaman Pergerakan yang seolah-olah masih berada di halaman gereja. Ada satu perkembangan di tahun 1978, ketika Badan Pekerja Sinode membentuk Bidang Pelayanan Khusus, dalam fungsi sebagai staf BPS, yang menangani keempat Kompelsus tadi. Lalu sejak Tatagereja 1981, para penatuan otomatis menjadi anggota Badan Pekerja Majelis Jemaat dan Badan Pekerja Wilayah. Alasan utama adalah agar aktivitas Kompelka itu betul-betul dapat dikontrol dan terpadu dengan Majelis Jemaat/Wilayah, jika mereka terlibat sampai pada level Badan Pekerja. Tetapi sementara itu di Badan Pekerja Sinode tidak otomatis menjadi anggota BPS. Namun dalam pemilihan anggota BPS di tahun 1982, Ketua Komisi Pelayanan Remaja & Pemuda GMIM, Pnt. Nico Gara, terpilih menjadi anggota BPS yaitu sebagai Sekretaris Departemen Pelayanan Khusus.

Menyadari bahwa tidak ada konsistensi antara apa yang terjadi di Jemaat dan wilayah dengan di Sinode, maka sejak Tatagereja 1990, Ketua Komisi Pelayanan Kategorial di Sinode otomatis menjadi Anggota BPS. Dengan demikian Departemen Pelayanan yang menangani Bidang Kategorial ini tidak diperlukan lagi. Hal itu berlangsung terus sampai kini di bawah Tatagereja 1999. Bagaimana dengan Tatagereja yang akan datang? Akankah kedudukan Pelayanan Kategorial semakin diperkokoh dalam integrasinya di forum pengampilan keputusan, ataukah akan kembali ke halaman Gereja? Mari kita cermati bersama.

Tomohon, 21 Februari 2007

Nico Gara


===================================================================
"Tabea Waya!
Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan, kisah dan kedudukan kaumnya di sepanjang masa!
Minahasa adalah bangsa yang basar!
Karena itu hargai akang torang pe Dotu-dotu deng samua yang dorang kase tinggal for torang!
Pakatuan wo pakalawiren!
Sa esa cita sumerar cita, sa cita sumerar esa cita! Kalu torang bersatu torang musti bapencar, biar lei torang bapencar torang tetap satu!
I Yayat U Santi!"
===================================================================

Galeri Foto Minahasa: Buku Petundjuk Telepon Menado - Amurang 1962

Buku Petundjuk Telepon Menado - Amurang No. 13 - DJanuari 1962

Dr Sam Ratulangi: Indonesia dalam Gelora Internasional (1949)

KATA PENGANTAR dari EDITOR pada PENERBITAN

"INDONESIA DALAM GELORA INTERNASIONAL"

di INTERNET.

Tulisan terakhir (yang tak terselesaikan) dari tangan

Dr. G.S.S.J. Ratu Langie (1949)

Pada kesempatan ini dirasakan perlu untuk memberikan beberapa keterangan sebagai pengantar jika membaca naskah berikut.

Diawal tahun 2004 saya merapihkan dokumen-dokumen dalam berkas peninggalan Ibu saya: Alm. Ibu M.C.J. Ratu Langie-Tambajong. Disana saya menemukan beberapa naskah tulisan Ayah saya: Alm. Dr. G.S.S.J. Ratu Langie; antara lain satu naskah yang tidak lengkap, d.p.l. tidak sempat dirampungkan oleh penulis. Judul yang tercantum diatasnya adalah "Indonesia dalam gelora internasional".

Masa tahun 1948 dan 1949 bagi Ayah saya sangat turbulen; yakni beliau mengalami pembebasan dari pembuangan di Serui (Maret 1948) dan transportasi ke Jogya. Dalam perjalanan dengan kereta api dari Surabaya ke Jogya beliau beserta keenam rekan sebuangan sempat diterima oleh kalangan KRIS di Madiun yang pas kebetulan hari-hari itu memperingati HUT pertama. Setelah menghadiri perayaan perjalanan diteruskan ke Jogya. Di Jogya rombongan tujuh itu diterima oleh Presiden Pertama Republik Indonesia: Ir. Soekarno.

Namun dibulan Desember tahun itu juga beliau ditangkap lagi dan diinternir pula oleh Belanda yang menyerbu Jogya (Agresi kedua). Kali ini diinternir di Istana Presiden Jogya. Disini beliau bersama belasan pemimpin-pemimpin lainnya diharuskan menunggu transportasi ketempat buangan yang lain. Ternyata diantara tahanan-tahanan ini ada beberapa, antara lain beliau, yang ditranspor via Jakarta. Kami anak-anak beserta ibu berkesempatan mengunjungi beliau setiap sore. Setelah beberapa waktu beliau dilepaskan karena kesehatannya semakin memburuk (Pebruari 1949) sedangkan tahanan yang lainnya diangkut ke Sumatra tempat buangan yang baru. Disaat-saat itulah beliau bermaksud menerbitkan sebuah buku dan beliau bersama dengan Bapak Tobing, rekan yang juga teman sepembuangan sedang mencari pendekatan kepada beberapa pihak untuk penerbitan buku ini.

Akan tetapi kelihatannya pengalaman-pengalaman dan penderitaan-penderitaan yang dialaminya dibulan-bulan terakhir tidak memungkinkan beliau untuk menyelesaikan karya tulis yang ini, hal mana saya sangat sesalkan karena justru Bab-bab yang seharusnya menyusul pasti akan menyajikan buah pikiran beliau yang dapat membantu kita KINI dalam upaya mencari satu visi yang jelas kemasa depan untuk Indonesia.

Adalah pendapat saya bahwa Bab-bab yang ada seakan-akan merupakan ancang-ancang yang dapat memberikan kesan bahwa pikiran Sam Ratu Langie ditahun 1949 itu sudah melayang jauh kedepan.

Demikianlah kiranya kata-kata yang perlu saya sampaikan untuk mengantarkan karya terakhir Ayah saya kepada Anda. Terima-kasih atas perhatian Anda

Jakarta, April 2005, Editor:

Dr. M. Sugandi-Ratulangi

Uploaded: 20 April 2005


"Indonesia dalam gelora internasional"

Tulisan terakhir dari tangan Dr. G.S.S.J. Ratu Langie ditahun 1949

(Editor: Ejaan yang digunakan adalah ejaan ASLI dari naskah tahun 1949).

PENDAHULUAN(*)

I. Aliran Atas

Faham liberal mendjadi filsafat - dasar dari bentuk sosial - politik Eropah-Barat dan Amerika dalam abad XIX. Berdasarkan filsafat kesusilaan ini kemudian berkembang suatu susunan social- ekonomi jang berbentuk free - trade liberalism, ialah kebebasan dalam mentjari nafkah dan jang kemudian mendjelma dan mendjadi kapitalisme.

Dilihat dari sudut politiek maka kemungkinan berkembangnja faham kapitalis itu ditjiptakan oleh Revolusi Perantjis. Apakah kapitalis itu pada hakekatnya susunan sosial-ekonomis seperti yang dimaksudkan oleh para pemikir revolusioner dari abad ke 18 itu masih disangsikan dan pula bukan tempatnja disini mendahului hal itu. Tetapi suatu kenjataan ialah bahwa Revolusi Perantjis dengan akibatnja berupa perobahan-perobahan sosial dan politik diseluruh Eropah memungkinkan tumbuhnja faham kapitalis.

Untuk tumbuh ini dibutuhkan, pertama kemerdekaan politik dan sosial dari individu (seseorang) sebagai anggota dari masjarakat dan sjarat kedua, bahwa tiap anggota dari masjarakat mendapat kesempatan jang sama dan jang tidak dihalangi.

Kedua sjarat itu mendapat pengakuan dalam sembojan jang terkenal jaitu "liberté, egalité et fraternité" (kemerdekaan, persamaan dan persuadaraan) asal sadja dengan bidjaksana hal persaudaraan itu didiamkan.

Akan tetapi masih dibutuhkan sjarat jang ketiga, jaini : sjarat psychologis, jaitu sesuatu faham perseorangan jang berderadjat setinggi - tingginja..

Faktor psychologis ini pada saat itu memang terdapat pada bangsa - bangsa Eropah Barat dan jang dapat dilihat dengan njata sekali pada seni lukis dan kesusasteraan mereka, pada susunan sosial dan pada konstruksi (bentuk) politiek mereka, dengan singkat pada irama penghidupan mereka.

Faktor - faktor ini perseorang jang asli dari bangsa - bangsa Eropah Barat dan filsafat kesusilaan dari faham liberal, sepandjang masa seabad telah membentuk di Eropah Barat dan Amerika suatu susunan masjarakat. Dan karena permainan jang bebas dari gaja - gaja masjarakat maka terdjadilah pemusatan alat - alat penghasil, jang djatuh kedalam tangan beberapa golongan orang, golongan jang agak ketjil.

Baik sardjana - sardjana agama maupun filsuf - filsuf ilmu lain - lainnja dari berbagai - bagai bangsa dan intelek - intelek jang tertjakap dari ilmu alam memberikan tenaganja untuk kepentingan susunan itu, memperkembangkannja, menjempurnakannja dan mengonsolidernja hingga pada achir abad ke XIX, bentuk kapitalis itu di Eropah Barat dan Amerika berdiri dengan megahnja dipuntjak segala tjiptaan dan mendjadi darah daging dari tiap-tiap bangsa serta dapat menaklukkan bagian - bagian lain dari majapada ini.

Dengan tjara demikian maka unsur baru dibutuhkan pada sedjarah dunia, hingga kapital mendjadi imperialistis dan berhasrat berkuasa diluar tapal batas negara - negara masing - masing.

Kemadjuan dalam pengetahuan ilmu alam dan teknik mengakibatkan radius kekuasaan dari pusat kapitalis memandjang dan mendalam hingga pimpinan dari buana ini ditata menurut kaidah dari adjaran composia kapitalis.

Hasil-hasil dari pedalaman Afrika, baik dari Asia Sentral maupun dari pulau- pulau Melanesia di Pasifik diatur menurut pendapat dagang dari pusat-puat faham imperialis dunia jang kapitalis itu.

Pusat-pusat itu ialah negara-negara jang terletak disekitar panggul Samudra Atlantik disebelah Utara, ja'ni Eropah Barat dan Amerika Utara. Dari situlah berasal semua pimpinan untuk perekonomian dunia.

Karena kekuasaan modal dari negara- negara disekitar Samudra Atlantik itu maka pada achir abad jang lampau ia mendjadi lautan dunia dimana pada hakekatnja berlangsung perebutan untuk hegemoni dunia, ialah world hegemony atau kekuasaan tertinggi didunia.

Dan perkembangan dari perbandingan kekuasaan dibagian - bagian lainnja dari dunia hanjalah pantjaran dari apa jang terdjadi disekitar Samudra Atlantik atau apa jang ditentukan disana.

Mendahului pertimbangan - pertimbangan jang akan diuraikan selandjutnja maka mungkin ada manfaatnja sambil lalu memadjukan pertanjaan apakah Pactum Atlantica Utara, jang baru - baru ini (Maret 1949) ditandatangani di Washington oleh Amerika Serikat, Canada, Inggris, Perantjis dan negara - negara Benelux, apakah pactum itu barangkali dapat dilihat dari sudut sebagai tersebut diatas tadi ?

Dibawah ini kita akan mendapat kesempatan untuk mendalami hal tersebut.

Kembali lagi kepada themata (= soal) susunan dunia kapitalis maka dalam perpustakaan umumnya diakui bahwa puntjak dari perkembangan susunan kapitalis itu kira - kira djatuh pada achir abad jang lalu dan pada permulaan abad ini. Susunan tersebut sebagai dilukiskan tadi memperoleh intinja jang sosial -psychologis itu dari adjaran bahwa perkembangan tenaga dan daja itu harus bebas dan merdeka dan tak mendapat suatu rintanganpun djuga.

Oleh karena susunan itu muntjul beberapa orang jang sebenarnja tak sesuai lagi dengan zaman sekarang karena zaman mereka, zaman memuntjaknja perkembangan susunan dunia kapitalis sebagai diterangkan diatas tadi, telah lampau.

Orang - orang sebagai Rockefeller, Stinnes, Astor, Morgan, Rotschild, Krupp, Basil Zacharof, Lowenstein, Kreuger untuk zaman sekarang hampir - hampir meninggalkan hikajat - hikajat mereka sendiri - sendiri. Mereka ialah exponen dari susunan kapitalis. Pada kumpulan orang - orang itu dapat ditambahkan pemimpin - pemimpin "Mammouth concerns": Mitsui, Mitsubishi dan Sumitomo di Djepun jang dahulu dan pemimpin industri badja Tata di India.

Kebanjakan dari orang - orang itu ialah laksana bintang kelarat jang tampak dilangit ekonomi dan kemudian setelah mati jang mena'djubkan dan tidak djarang setelah mati jang penuh romantik, lenjap dari muka bumi ini dengan tidak meninggalkan suatu bekaspun.

Tapi ada djuga diantara mereka itu, jang mendjadi pembentuk keluarga - keluarga jang karena wudjud kekuasaannja, dapat disebut 'dynasti' jang daerah kekuasaannja tersebar di seluruh dunia ekonomi.

Dynasti - dynasti kapitalis itu, lambang dan inti dari susunan jang berkuasa itu, berkedudukan dan berpusat di Inggris, Amerika Utara, Perantjis dan Djerman. Dan dari negara itu berpantjarlah keaktifannja ketiap djurusan.

"Faham Kapitalis jang sebenarnja" - demikian kata Ferdinand Fried dalam bukunja jang bernama "Das Ende des Kapitalsmus" ditulis dalam tahun 1932, djadi sesudah Perang Dunia I, jang dengan tjerdasnja merangkai susunan dunia, pada hakekatnja tidak lain dari pada puntjak kesanggupan dari peradaban Barat jang berinti disekitar panggul dari Samudra Atlantik disebelah Utara ………

Perebutan, pembukaan dan penjebaran peradaban buat dunia dari segitiga "London - Paris - New York" jang semata - mata kapitalis itu, ialah salah satu triumphus (kemenangan) jang terbesar dari pikiran Barat, sedang perang (Jang dimaksudkan ialah Perang Dunia I R.L.) terhadap Djerman jang bertabiat lain sekali dan jang pula menderita perpetjahan dalam negeri, adalah suatu manifestasio jang maha besar dan jang terachir dari djiwa Barat, jang setelah itu letih dan lelah turun dari tachtanja dan kemudian karena seluruh pinggirnja bertjaruk - tjaruk lambat laun menemui adjalnja.

Hal jang tersebut diatas ini dikatakan oleh Fried dalam tahun 1932, djadi sebelum Perang Dunia II.

Kedjadian - kedjadian sesudah itu membantah pendapat, bahwa Perang Dunia I ialah "suatu manifestasio jang maha besar dan jang terachir dari faham kapitalis dunia jang setelah itu turun dari akan menemui adjalnja".

Djuga pikiran bahwa Djerman sebelum Perang Duni I bertabiat lain sekali dari bagian - bagian Eropah Barat lainnja, tak dapat disetudjui. Djerman sebelum 1914 dalam segala hal sama tabiatnja dengan negara - negara jang oleh Fried disebut "negara - negara kapitalis". Sebagai negara kapitalis pada saat itu Djerman masih "negara jang muda". Semua tanda - tanda dan sifat - sifat djuga sjarat - sjarat untuk tumbuh sempurna pada ketika itu telah ada pada Djerman. Dalam politik international ia telah ikut serta dengan "chorus" (njanjian bersama) dari Negara - negara jang besar. Hal itu menggaduhkan dan membimbangkan negara - negara kapitalis jang agak "tua" seperti Perantjis dan Inggris.

Perkembangan industri dari Djerman mentjapai tingkat jang tinggi dan pada permulaan abad ini, hal tersebut mendorongnja untuk turut serta dalam perdagangan dan perkapalan dunia, dengan langsung menjaingi Inggris dan Perantjis.

Terutama dalam tahun - tahun permulaan abad ini atjapkali timbul insiden - insiden (kedjadian - kedjadian) antara Djerman dipihak jang satu dan Inggris dan Perantjis dipihak jang lainnja.

Insiden - insiden itu dikatakan disebabkan oleh sikap mendjadjah jang bersifat imperialis feodal dari Kaisar - Radja Wilhelm II jang pada waktu itu masih muda.

Tapi sebenarnja ia hanja exponen dari djiwa dari bangsa Djerman muda, bangsa Djerman Serikat dari Bismarck..

Faktor - faktor jang mendorong terutama dari politik luar negeri Djerman sama dengan faktor - faktor dari Inggris dan Perantjis, ialah potensi modal dan industri dari bangsa jang mentjari "Lebensraum" diluar batas negara sendiri.

Modal Djerman pada saat itu djuga telah berhasrat hendak mendjadi kapital dunia. Djadi Djerman pada ketika itu telah mendjadi kapitalis - imperialis. Hanja ia datang terlambat digelanggang, tempat perebutan hegemoni dunia. Waktu ia tiba disana, maka negara - negara kapitalis jang agak "tua" itu telah mempunjai djika kita mempergunakan istilah jang atjapkali salah dipakainja, ialah - hak - hak jang timbul dari pada sedjarah = historische rechten =

Sedang negara - negara kapitalis Eropah Barat (termasuk djuga Djerman) memperkembang susunan kapitalis itu, tumbuhlah satu pusat jang lain, "jang mewaris barang - barang jang berharga itu dari Barat" ja'ni Djepang. Ia mewaris bentuk perusahaan kapitalis dan organisasi - organisasinja; menjerapnja memberinja modulus (tuangan) dan djika perlu mengadakan perubahan dasar, disesuaikan kepada psychologi masjarakat Djepang. Di negeri Djepang terdjadi kelas, golongan kapitalis jang besar dan dipuntjaknja berdiri Zaibatsu, concern - concern jang besar dari keluarga Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo dan Jasuda. Sebenarnja agak sukar untuk mengatakan bahwa tehnik Zaibatsu itu ialah versio atau "salinan" dari badan - badan monopoli kapitalis Barat. Mereka mempunjai watak sendiri sesuai dengan konstruksi masjarakat Djepang dalam hubungannja dengan buruh "halus" (buruh intelektual) dan buruh "kasar" mereka jang sedang pada menempati djabatan - djabatan atas mereka masih berpegang pada tradisio, adat - istiadat keluarga Djepang. Akan tetapi bentuk luar mereka ialah semata - mata copy (salinan) dari bentuk Barat dari "holding companies", trust, kartel dan badan - badan bank sendiri. Mereka mengadakan infiltrasi (penjebukan) pada pemerintah dan badan - badan pemerintah dan bekerdja sama dengan para opsir tinggi dari angkatan darat, udara dan laut, serta menjalankan politik luar negeri sendiri.

Dalam pikiran maka mereka memadukan bentuk organisasi dan djalan pikiran realis dan rationalis dari Barat itu dengan faham mutlak feodal dari Timur.

Faham kapitalis Asia inipun sekali akan memainkan rolnja, rol jang bebas dan jang berpendirian sendiri, dengan sasaran kapitalis - imperialis sendiri.

Akan tetapi pada permulaan abad ini faham kapitalis Asia itu merasa belum tjukup kuat untuk memikul tanggung djawabnja sendiri. Ia pada ketika itu setidak - tidaknja masih seolah - olah tunduk pada kapital Barat - Amerika. Dalam tahun 1914 ia masih segaris dengan faham kapitalis Barat. Dan faham kapitalis Barat itu sebagai telah diterangkan berpusat disekitar Samudra Atlantik. Samudra itu pada permulaan abad ke XX ialah lautan dunia, jang bersulam benang - benang dari usaha politik dan keuangan, jang menentukan djalan hidup diseluruh dunia.

II. Aliran Bawah

Tiap - tiap sesuatu dalam dirinja mengandung hama - hama jang akan memusnahkannja. Ilmu dogmata akan menimbulkan tahanan kritik, djika batas tertentu dari paksaan kepertjajaan tertjapai; faham rationalis akan berachir dengan pikiran - pikiran jang djuga didjeludjur setjara rationalis akan tetapi jang logikanja berlawanan. Logika sendiripun djika didjalankan dengan keras sekali akan menimbulkan tjara berpikir jang berlawanan.

Djuga dalam masjarakat kapitalis terdjadi aliran berlawanan jang bermula sebagai aliran bawah dan baru kemudian mendjelang kepermukaan. Faham Marxis sebagai pengupasan soal masjarakat menurut ilmu pengetahuan mendjelma bentuk politik serupa faham komunis, faham sosialis dan varietas - varietas, bentuk - bentuk ubah lainnja dari faham - faham tersebut. Kemerdekaan dari faham liberal memberi kemerdekaan untuk berorganisasi sosial dan politik bagi golongan proletar, golongan jang tak mampu dan kemudian untuk mengadakan pergerakan buruh menurut tjara berorganisasi jang berdasarkan ilmu pengetahuan. Sembojan "kemerdekaan", persamaan dan persaudaraan " dari faham liberal achirnja ternjata dalam masjarakat liberal - kapitalis tak sanggup membukakan pintu ke sorga dunia untuk kemanusiaan. Kemerdekaan berarti atjapkali "kemerdekaan untuk memerah", persamaan berarti seringkali ketidak-adilan terhadap dua kebesaran jang berbeda, djadi tak seharga, dan persamaan itu tak pernah berlaku dalam masjarakat kolonial, masjarakat djadjahan. Tentang persaudaraan sebaiknja kita diamkan sadja. Perkataan itu berbunji laksana behana dari sjaitan tertawa terbahak - bahak diangkasa medan peperangan dari Eropah, Asia dan Amerika.

Akan tetapi aliran bawah ini pada pertukaran abad tersebut belum lagi tjukup kukuh berdiri dalam masjarakat untuk pada saat itu betul - betul dan actualis dapat mempengaruhi kedjadian - kedjadian dalam mekanis dunia. Mereka tetap tinggal sebagai aliran bawah walaupun gaja dan potensinja selalu bertambah dan walaupun tiap kekalahan dalam pergelutan selalu berarti satu pengalaman lebih. Pengalaman - pengalaman itu ditjatat dan menghasilkan ramuan - ramuan untuk teori dari ilmu methodik jang revolusioner dan jang sosial psychologis, berdasarkan ilmu pengetahuan dan jang kemudian dipraktekkan dalam berbagai - bagai negara dari dunia untuk membasmi faham kapitalis.

Akan tetapi aliran bawah itu, bagaimanapun pentingnja karena sifatnja jang universus atau umum itu, untuk perkembangan pikiran kita dengan mengingat tahun permulaan abad ini lagi mempunjai arti jang actuel. Jang mempunjai arti actuel pada tahun - tahun itu ialah permusuhan antara Inggris, negara kapitalis jang tua dan Djerman, negara kapitalis jang muda dan baru terbit.

Karena rakjat Djerman hidup radjin dan hemat maka tertjiptalah didalam tapal batasnja Djerman kemakmuran jang membawa kekajaan dan adanja kapital. Modal untuk sementara dimasukkan kedalam industri - industri jang bekerdja untuk pasar - pasar dipedalaman. Akan tetapi pasar - pasar itu dengan segera dibandjiri oleh hasil - hasil industri itu, sedang teknik Djerman makin lama makin sempurna dan makin banjak menghasilkan barang - barang jang baru. Kapital Djerman tumbuh dan beranak - anak hingga bertimbun - timbun. Potensinja menjebabkan ia mendjadi expansif. Semangat Djerman mentjari diluar negeri perusahaan - perusahaan untuk memasukkan modalnja dan mentjari pasar - pasar untuk industri - industrinja jang senantiasa bertambah sempurna itu.

Suatu pengaruh jang reciprocus jang bertimbal balik terdapat antara golongan usahawan industri jang merasa dirinja makin lama makin kuat dan jang dibantu oleh ilmu pengetahuan Djerman, ilmu pengetahuan jang seolah - olah baginja tak ada sesuatu jang tak mungkin dalam hal menguasai materi. Semua itu berakibat bahwa dengan segera berdirilah suatu Djerman diatas panggung dunia jang menuntut bagiannja dari dunia, sebagai djuga 30 tahun kemudian Djepang di Orient akan memperlihatkannja kepada kita.

Akan tetapi Djerman jang muda itu pada permulaan tahun - tahun dari abad ini, dimana - mana selalu berselisihan, disini dengan Albion, negara kapitalis jang tua, disana dengan Perantjis, djuga suatu negara kapitalis jang tua, akan tetapi terutama dengan Inggris, negara jang dalam masa 300 tahun mendjadjah telah mentjiptakan suatu daerah kekuasaan didunia ini, daerah dimana matahari tak kundjung terbenam.

Pertentangan antara Inggris, negara kapitalis tua, dan Djerman negara kapitalis muda makin lama makin meruntjing. Politik international Eropah Barat dalam decennia pertama dari abad ke XX berputar di sekitar pertentangan itu sebagai inti. Golongan - golongan utama jang terdjadi mempunjai sebagai pusat atau Inggris atau Djerman.

Entente Cordiale (perhubungan erat) antara Inggris, Perantjis dan Rusia menemui sebagai "pendant"nja atau satirannja, Dreibund (tiga sekawan) Djerman, Austria - Hongaria dan Italia. Antara consentrasio - consentrasio ini terhujung - hujung politik luar negeri dari negara - negara Skandinavia. Iberia dan Balkan. Negara - negara disekitar lautan Utara (ja'ni Nederland, Belgi, Denmark) tidak mendjalankan politik luar negeri, melainkan mentjoba tinggal diluar kombinasi manapun djuga. Hal ini ternjata dalam Perang I untuk Belgia dan dalam Perang II untuk ketiga negara itu, suatu politik naief dan kurang pengertian. Tak ada suatu negara didunia ini jang dapat menganggap dirinja sendiri maha mulia terhadap politik internasional, suatu politik jang pada achirnja dapat dipandang sebagai pernjataan dari kemauan dunia. Pengabaian kemauan dunia karena keangkuhan jang dungu, achirnja ajan membawa permusnahan diri sendiri. Pengalaman jang didapat sewaktu kedua Perang Dunia itu menundjukkan bahwa kepentingan bangsa - bangsa ketjil akan dikorbankan, djika petjah perang antara kekuasaan - kekuasaan besar. Satu - satunja negara di Eropah Barat jang dapat mengalami kedua Perang Dunia dengan tak mendapat gangguan ialah negara Swiss, "negara jang tak berpantai", negara jang dikelilingi oleh linea pertahanan dari gunung barisan jang tinggi - tinggi. Akan tetapi hal ini menjimpang dari pembitjaraan. Pandanglah sebagai suatu "penglihatan kesamping" sadja.

Keadaan international di Eropah Barat pada decennium pertama makin lama makin genting. Perang Balkan (1912 - 1914) waktu Turki dirungkap oleh djadjahann - djadjahannja jang dahulu, tidak djuga mengakibatkan perang jang diduga dan ditakutkan ja'ni Perang Umum Eropah.

Mega mendung ini masih berarak - arak meliwati Eropah Barat dengan tidak menimbulkan badai dan taufan. Rupanja tak satupun dari kekuasaan - kekuasaan besar, jang ada pada ketika itu berani bertanggung djawab atas sesuatu catalisyms (malapetaka) terhadap consciensis - dunia.

Akan tetapi dapat dikatakan bahwa pada saat itu jaitu pada achir decennium pertama kekuasaan - kekuasaan besar dari dunia itu telah memasuki gelanggang berdiri berhadap - hadapan siap sedia untuk mengadu kekuatan dan ketangkasan mereka.

III. Cataclysme, Perang Dunia I (1914 - 1918)

Atjapkali muntjul dalam sedjarah dunia orang - orang jang samasekali tak mempunjai arti jang oleh nasib dipilih dan ditundjuk untuk melakukan suatu perbuatan dengan akibat - akibatnja jang mempunjai arti untuk sedjarah dunia.

Dapat djuga dikatakan bahwa Pengendali alam bertjampur tangan dengan peristiwa dunia dengan memilih orang - orang untuk melakukan perbuatan jang tertentu atau mengalaminja sendiri.

Marilah kita melajangkan pikiran kepada kedjadian - kedjadian pada pertengahan bulan Djuli 1914 didusun Serajewo dipropinsi Bosnia jang dahulu , jang pada waktu itu masuk keradjaan Austria - Hongaria. Serajewo pada saat itu dan sekarang djuga ialah suatu dusun jang tak mempunjai arti sedikitpun. Akan tetapi djuga dusun - dusunnja baru. Hal tersebut terdjadi djuga di Serajewo pada tanggal 14 Djuli 1914. Sebagai telah ditakdirkan maka pada saat itu "Erzhertog" (Pangeran) Franz Ferdinand von Habsburg jang pada ketika itu mendjadi ahli waris makota dan isterinja kebetulan berada disana, mungkin sedang bertamasja dimusim panas.

Kebetulan djuga pada ketika itu didusun tersebut terdapat seorang mahasiswa jang berliburan disana, ja'ni mahasiswa Princep, anggauta organisasi Mahasiswa Servo-Krovatia, bagian activis. Kedua kedjadian itu menghasilkan dua tembakan dengan revolver hingga Erzhertog Franz Ferdinand dan "Erzhertogin"nja kedatangan maut dan Princep meneruskan liburannja dalam pendjara.

Jang achir ini menurut riwajat - riwajat ialah seorang mahasiswa jang kehilangan kesetimbangan maknawi, pada saat itu dengan sendiri akan akibat - akibat raksasa dari tindakannja itu. Kedjadian - kedjadian jang pada hakekatnja disebabkan oleh Princep itu berdjalan dengan mengadakan perobahan seluruhnja dari ketatanegaraan dan geografi Eropah Timur dan - Selatan dan negara - negara disekitar lautan Baltik, sedang neratja perekonomian dan politik dari kekuasaan - kekuasaan dunia sama sekali dirobah. Tentang hal ini akan kita bitjarakan kemudian.

Dalam bulan Djuli itu djuga Baron von Giesl Gieslingen pula seorang jang tak berarti, jang oleh nasib rupanja dipilih untuk melakukan suatu perbuatan jang bersedjarah dunia, menjampaikan sebagai duta dari Austria di Belgrado ultimatum Austria pada Servia. Baron itu suatu type dari "Junker" Djerman menampik dengan angkuhnja djawaban Servia karena negara itu tak ingin mengabulkan tuntutan - tuntutan dari "Keradjaan-rangkap" itu dengan tak ada perbatasan dalam semua fasal - fasal. Persurat-Kabaran Djerman dan Austria pada waktu itu memudji sikap baron jang gagah perkara dan "ganz militaerisch" (prawira) itu. Akan tetapi karena kita sekarang dapat melihat kembali ke zaman jang lampau dan mengetahui apa jang kemudian terdjadi sesudah peristiwa itu, maka timbullah pertanjaan dalam hati kita apakah tidak ada baiknja djika seorang jang tak begitu "gagah perkasa" pada saat itu menjampaikan ultimatum itu. Karena sikap jang gagah perkasa dari Baron Vladimir von Giesl Gieslingen itu maka petjahlah perang antara Austria-Hongaria dan Servia dan belum sebulan sesudah itu maka Inggris, Perantjis, Rusia dan negara - negara Balkan (ketjuali Bulgaria) turut serta dengan membantu Servia sedang Djerman memilih pihak Austria-Hongaria. Italia jang mula - mula berada dalam keragu - raguan kemudian melepaskan diri dari ikatan dari Dreibund dan berdjoang disamping Inggris, Perantjis dan Rusia menurut keterangan menteri luar negeri Italia dari zaman itu ja'ni Sonino; karena pertimbangan jang berdasarkan "sacro egoismo", kepentingan diri sendiri jang kudus.

Golongan - golongan kapitalis jang tua dari Inggris dan Perantjis, melihat kesempatan jang baik itu kesempatan untuk memusnahkan kapital Djerman jang muda itu dengan berselimut sembojan - sembojan kebangsaan, menggabungkan diri pada gerombolan - gerombolan ultra - nationalis dan kemiliteran dari negara mereka masing - masing.

Bagi kedua golongan kekuasaan itu Entente dan Central (sedjak pengchianatan Italia itu maka tak lagi dipergunakan kata Dreinbund) maka petaruhannja ialah expansi dari usaha keuangan dan industri. Djadi perang itu ialah perang antara kapital Inggris - Perantjis jang tua dan kapital Djerman jang muda.

Inilah aliran utama. Ia mendapat makanan dari tjabang - tjabangnja, aliran simpang, suatu antithesa raciologis.

Bagi Djerman dan Austria peristiwa tersebut memberi kesempatan untuk menghantjurkan hidup kembali dari bangsa - bangsa Slavia, jang telah memulai "renaissance" (pembaruan) dinegara - negara Balkan dibawah lindungan Rusia. Tindakan Princep, orang Servo Kravatia itu di Sarajevo ialah salah satu puntjak dari antithese antara suku Germania dan Slavia.

Aliran samping jang lainnja, jang djuga bersifat raciologis ialah antithesis antara Anglo - Saxon dan Teuton (Germania) dan aliran samping raciologis jang ketiga ialah pertentangan antara bangsa - bangsa Latin (Italia dan Perantjis) dan Germania.

Semua pertentangan - pertentangan racioligis ini menghasilkan "slogan - slogan" bagi Perang Dunia I untuk menghasut bangsa - bangsa dunia satu terhadap jang lainnja dan untuk membawa mereka kedalam tingkat dari delirium - membentji ja'ni kekatjauan pikiran jang bersifat membentji. Dengan tak adanja keadaan - keadaan itu maka "levée en masse" atau mobilisasi umum dari bangsa - bangsa tak mungkin akan tertjapai.

Desakan tinggi jang imperialis - kapitalis itu, jang djuga diperkuat oleh aliran - aliran samping jang berasal dari sumber - sumber jang nationalis - chauvinis, oleh tembakan di Sarajevo itu mendapat kesempatan untuk meletus dalam Perang Dunia I. Perang jang berachir berbeda sekali dari pada apa jang diharapkan oleh pembuat - pembuat perang dikedua belah tepi dari garis demarkasi dalam tahun 1914. Ketiga keradjaan Djerman, Austria - Hongaria dan Rusia mengachiri riwajat mereka jang kurang lebih megah itu dalam Perang Dunia I. Ketika bangsa - bangsa Eropah dalam tahun 1919 mulai bangun dari bius perang itu dan mendjadi sadar insjaflah mereka bahwa perbandingan politik telah berobah seluruhnja.

Pada constitutio Weimar (1919) Djerman mendjadi republik sosialis dengan Kaisar - Radja Wilhelm LL diganti oleh Ebert bekas tukang pelana sebagai kepala negara. Austria - Hongaria petjah dalam tiga buah republik, Austria, Tajecho - Slovakia dan Hongaria setelah kedua propinsi Bosnia dan Hezegowina diserahkan pada Servia, jang diperbesar mendjadi Yugoslavia sedang keradjaan Montenegro djuga dianaksirnja.

Satu keradjaan baru ditjiptakan, Albania.

Rusia dari Tzar ditjipta kembali kedalam bentuk Kesatuan Republik - Republik Sovjet setelah disobek dari padanja propinsi - propinsi Finlandia Estonia, Latvia dan Lithuania jang memproklamirkan dirinja sendiri hingga republik - republik jang merdeka. Semua negara - negara jang baru itu terdjadi karena kekuatan rumus dari presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson almarhum ja'ni "hak menentukan nasib sendiri" untuk bangsa - bangsa ketjil. Hal ini pada waktu itu dipandang sebagai satu - satunja indjil, sebagai satu - satunja Kebenaran untuk mendapat perdamaian jang abadi dihari - hari jang akan datang.

Sekarang, 30 tahun sesudah itu setelah dunia mendjadi lebih kaja dengan pengalaman - pengalaman, sekarang kita hanja mungkin tersenjum sadja. Senjuman jang mendjatuhkan iba kasihan terhadap pandangan itu.

Perobahan - perobahan jang berlangsung selama dan sedjenak sesudah Perang Dunia I dan jang disebabkan oleh perang itu tak sadja terbatas hingga Eropah. Turkipun mendjadi republik akan tetapi menjusut hingga wilajahnja (propinsi) jang dahulu, Anatolia, sedang dari propinsi - propinsinja di bagian Selatan timbul negara - negara Arab jang asli, di semenandjung Arab dan seterusnja Irak, Syria, Libanon - Trans - Jordania dan Mesir.

Akan tetapi untuk politik dunia jang mempunjai arti jang mendalam ialah perobahan - perobahan dalam perbandingan kapital internasional, jang timbul dari Perang Dunia I terutama kemunduran jang menjusul perang itu, kemunduran dari negara - negara industri Eropah Barat jang telah bersedjarah itu, kemunduran jang tak disangkakan oleh radja - radja wang dari 1914. Waktu kapital tua dari Inggris dan Perantjis dan kapital muda Djerman bergelut - gelutan jang satu terhadap jang lainnja untuk mendapat hegemonia dunia, mereka tak menjangka bahwa mereka sedang memotong akar - akar dari pohon - penghidupan mereka sendiri.

Perobahan - perobahan inilah dalam perbandingan kapital, jang disebabkan oleh Perang Dunia I, jang memindahkan lingkungan Pacific ketingkat pertama dari kedjadian - kedjadian dunia. Sedang lingkungan Atlantik, tempat faham kepitalis berketjambah, tumbuh dan achirnja hidup dengan suburnja, lingkungan itu didesak ketingkat kedua.

Pada lingkungan Pacifik tergabung renaissance (pembaharuan) Asia, pembaharuan Asia Purba, jang, djika tanda - tanda tak salah memperlihatkannja, sekarang dipilih untuk memainkan rolnja dihari - hari jang akan datang.

Apakah sebenarnja lingkungan Pacifik itu ?

LINGKUNGAN PACIFIK

IV. Daerah Geografik dari Pacifik

Dilihat semata - mata dari sudut geografik maka seharusnja dikatakan bahwa Pacifik itu ialah Lautan Teduh (Samudra Pacifik) dengan pulau - pulaunja dan jang dibatasi oleh pantai Barat dari Amerika Utara dan Selatan dan pantai Timur Asia jang bertemu satu dengan jang lainnja di Selat Bering. Selat jang didaerah kutub Utara amat sempit hingga hampir - hampir kedua benua itu (Asia dan Amerika) disitu bersintuk - sintukan. Kedua garis pantai itu dapat merupakan sisi - sisi tegak dari segitiga - bola, sedang garis - dasarnja dibentuk oleh rangkaian pulau - pulau Indonesia, Australia dan New-Zealand.

Djika kita menilik soal ini dari sudut politik geografik maka dalam daerah Pacifik termasuk semua negara dari Amerika Utara, Tengah dan Selatan. Rusia (atau Siberia), Korea, Djepang, Tiongkok, Muang Thai (Siam), Indo-China, Filipina, Burma, Malaya, Indonesia, Australia, New Zealand dan pulau - pulau di Lautan Teduh.

Untuk kepentingan ichtisar maka dibawah ini dilukiskan beberapa negara dengan banjaknja penduduk :

1. Pacifik Barat :
Siberia 11.752.000
Djepang 73.114.059
Korea 24.326.327
Manchuria 43.233.954
Tiongkok 461.000.000
Indo-China 23.750.000
MungThai (Siam) 15.717.000
Burma 16.824.000
Malaya 5.469.087
Djumlah 675.186.427
2.Pacifik Timur :
Canada 12.307.000
U.S.A. 140.387.000
Mexico 21.673.000
Panama 632.000
Colombia 10.702.000
Equador 3.241.311
Peru 7.719.276
Chili 5.237.000
Djumlah 201.898.587
3.Garis Dasar Pacifik
Indonesia 72.000.000
Australia 7.446.000
New-Zaeland 1.746.319
Djumlah 81.192.319
4.Pulau - Pulau dalam segitiga Pacifik
Philipina 18.400.000
Micronesia 144.000
Melanesia 966.000
Polynesia (termasuk Hawai) 547.000
Djumlah 20.057.000
5. Titik berat segitiga Pacifik terletak di :
Hawai 423.000

Djadi kita dengan pasti dapat menentukan bahwa kira - kira 1000 djuta manusia atau lebih dari 1/3 dari djumlah penduduk dunia ini langsung turut berkepentingan dalam perkembangan politik dan eknomi dari Pacifik. Dalam hal itulah terletak arti dari Pacifik. Sesuatu daerah jang lebar dan luas tetapi kosong tak akan mempunjai arti untuk sedjarah dunia. Ia baru akan mendapat arti untuk sedjarah karena usaha - usaha dari penduduk jang mendiami daerah itu. Individum dan masjarakat mempunjai kebutuhan mereka masing - masing dalam penghidupan. Djika masih mengenai kebutuhan madi sadja maka hal ini hanja dapat dipenuhi dengan mempergunakan tenaga manusia (baik djasmani maupun rochani atau tjendekia) terhadap barang sesuatu jang terdapat dalam alam. Tjawat dan tjamping dari suku - suku bangsa kurang beradab dari Sentral - Afrika, suku - suku bangsa jang peradabannja tak dapat dipandang tinggi, dibuat menurut tjara tersebut. Akan tetapi djuga bom - bom jang hyper - modern dihasilkan menurut procedure diatas tadi.

Pada wudjudnja proses - proses dalam masjarakat manusia bersahadja sekali, asal djiwa memberanikan diri membuang perhiasan - perhiasan jang biasanja tak mempunjai arti sedikitpun.

Berbagai - bagai bangsa jang atjapkali mempunjai tudjuan jang bertentangan ikut serta dalam proses peleburan di Pasifik itu. Dibagian Barat - Laut dari daerah Pacifik bangsa - bangsa Mongolia berdesak - desakan dipantai - pantai dari Lautan Teduh sedang dibagian Barat - daja bangsa - bangsa Melaju dan Anglo - Saxon (Australia dan New Zealand).

Dibagian - bagian Tenggara berdiam dalam republik - republik Amerika - Selatan bangsa - bangsa Latin jang berasal dari Semenandjung Iberia, dibagian Timur - laut dari daerah Pacifik terdapat conglomerare, tjampuran dari turunan - turunan dari semua bangsa - bangsa Eropah dan dari bangsa - bangsa di pantai Barat dari Afrika. Belum lagi disebut turunan - turunan dari penduduk asli dari Amerika ja'ni bangsa Indian, jang terutama di negara - negara Amerika Selatan mulai memperlihatkan tanda - tanda renaissance jang bersifat raciologis. Tersebar diseluruh kepulauan Pacifik didjumpai bangsa - bangsa Polynesia, Melanesia dan Micronesia, turunan - turunan dari suku - suku bangsa jang barangkali meninggalkan benua asalnja, Asia Tenggara, untuk pergi merantau.

Daerah Pacifik ialah suatu gedung artja untuk anthropolgi dan ethnologi. Akan tetapi jang mempunjai arti jang lebih aktualis dari pada perbedaan anthropologi dan ethnologi dari penduduk Pacifik ialah peristiwa, bahwa sebagian besar dari bangsa - bangsa ini sekarang sadar akan hak mereka, hak jang berbanding seharga terhadap kemungkinan - kemungkinan kemakmuran, jang dapat diberikan oleh Pacifik.

Sebab, oleh karena perihal tersebut diatas terdjadi antagonisma dan pertjideraan - pertjideraan jang akan berachir dengan petjahnja perang. Daerah Pacifik mengandung kekajaan jang tak terhingga, kekajaan diatas dan bawah tanah, dilaut dan disungai - sungai.

Djalan - djalan laut jang bersedjarah jang menudju kedaerah Pacifik terletak dibagian Barat-daja dikepulauan Indonesia dan dibagian Tenggara, antara Tierra del Fuego (=Pulau berapi) dan Cape Horn (Tandjung Tanduk), bagian jang paling Selatan dari Amerika Selatan. Meliwati djalan - djalan laut itu tibalah dizaman dahulu pelajar - pelajar jang gagah perkasa di Lautan Teduh dan dengan tjara demikian mereka menjebabkan pembukaan daerah itu untuk pergaulan dunia. Dalam abad ke 19 dibuat 2 buah djalan kereta api Trans Siberia jang menghubungkan Eropah via Rusia dengan Pacifik dan dalan tahun 1914 Panama canal (= terusan Panama) dibuka, jang menghubungkan Lautan Atlantik dengan Lautan Teduh.

Perhubungan - perhubungan dengan bagian - bagian lainnja dari dunia makin lama makin bertambah dan dalam waktu jang terachir perhubungan - perhubungan itu disempurnakan dengan perkembangan lalu lintas udara.

Semua itu terdjadi karena pengaruh timbal balik dari perhatian jang bertambah, perhatian jang ditjurahkan oleh bagian - bagian lain dari dunia terhadap Pacifik dan karena bangsa - bangsa di Pacifik sendiri makin lama makin auto-actief.

Mula - mula sebagai object passif ditarik kedalam lalu lintas dunia, daerah itu achirnja mendapat kedudukan sendiri karena potensi - potensinja jang bertambah itu. Ia tak lagi taruhan pada permainan, melainkan telah mendjadi sendiri salah seorang pemain.

Tumbuhnja akan kita uraikan menurut bagan dalam paragraf - paragraf, bagian - bagian, jang tertjantum dibawah ini.

V. Pacifik, daerah djadjahan

Dalam tiap buku tentang sedjarah dunia dapat dibatja bahwa pada permulaan abad 16 ja'ni dalam tahun 1513 seorang Spanjol jang gagah perwira, Vasco Nunes de Balboa, menjeberangi daerah Panama jang sempit itu. Berdiri disalah satu puntjak dari bukit - bukit maka laut jang tak terhingga itu, jang terhampar dimuka kakinja menimbulkan perasaan dihati sanubarinja, perasaan jang mempengaruhinja, jang menggetarkan djiwanja hingga timbullah hasratnja untuk berdjoang sebagai seorang djohan pahlawan. Disangkanja, dan dengan tepatnja, bahwa lautan itu memisahnja dari kepulauan Hindia jang diimpi - impikannja, untuk mana ia menjeberangi Samudra Atlantik. Ia memutuskan, menurut adat kebiasaan Eropah diwaktu itu, memiliki daerah jang luas dan tak terbatas itu bagi milik - miliknja.

Apakah penduduk daerah itu setudju atau tidak, rupanja bagi si "avonturier", si pahlawan Dewi Fortuna itu, hal tersebut tidak merupakan soal jang harus dipertimbangkan.

Kedaulatan rakjat pada saat itu njata belum lagi didapat atau ditemui. Balboa itu menjatakan atas nama Ratu dari Castillia dan Aragon memiliki dengan sebenar - benarnja dan sesungguh - sungguhnja lautan tersebut dan negara - negara dan pantai - pantai, bandar - bandar pelabuhan dan pulau - pulau dibagian Selatan dan daerah - daerah jang ditaklukkan, keradjaan - keradjaan dan propinsi - propinsi jang termasuk padanja, dengan tjara apapun atau dengan hak manapun atau dengan gelar apapun didapat, jang sedang berada, atau jang akan berada, lama atau baru dizaman jang lampau, sekarang atau jang akan datang dengan tak ada satu pengetjualianpun.

Selandjutnja Balboa menjatakan Ratu dari Castillia dan Aragon sebagai satu - satunja Radja jang berkuasa di negara - negara, pulau - pulau dan benua - benua Hindia, dibagian Utara dan dibagian Selatan dengan laut - lautnja Arktik dan Anarktik, dikedua belah sisi dari chattul'listiwa, didalam atau diluar daerah panas, jang terletak antara garis balik Utara (Cancer) dan garis balik Selatan (Capricornus).

Dengan tidak memperhatikan kesombongan dari si Spanjol jang hidup dalam abad XVI itu dapat diterangkan bahwa dengan tindakan Balboa itu Pacifik ditjap sebagai : "djadjahan in optima forma" ja'ni daerah djadjahan dalam bentuk sebaik - baiknja. Karena selama lebih dari empat abad sesudah proklamasi jang angkuh itu, proklamasi dari "memiliki atas nama Ratu dari Castillia dan Aragon" dunia dengan sungguh - sungguh menghormati proklamasi itu. Dengan peristiwa itu mulailah status kolonial dari daerah Pacifik. Oleh karena itu dianggap penting mengingatkan tindakan Balboa itu. Selama empat abad Proklamasi Balboa itu mengutuki bangsa--bangsa di Pacifik. Baru dalam abad ke XX akan menjingsinglah fadjar, fadjar kemerdekaan, untuk bangsa - bangsa itu karena rumus "hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa - bangsa jang ketjil" (1917) dari Woodrow Wilson, presiden dari Amerika Serikat dalam amanatnja kepada congres dan untuk kedua kalinja karena Atlantik Pact (1941) dari Roosevelt dan Churchill.

Akan tetapi kita tak akan mendahului kedjadian - kedjadian. Karena proklamasi Balboa itu maka Pacifik berabad - abad tak mempunjai suasana sendiri. Ia adalah suatu daerah djadjahan dan tak mempunjai penghidupan ketatanegaraan sendiri jang bersifat internasional. Soal - soal daerah ini berobah sedikit waktu Amerika Utara muntjul dalam pertengahan abad ke 20. Pada waktu itu maka soal - soal Pacifik ditentukan oleh perbandingan sesama dari negara - negara jang terletak dipantai Utara dari Samudra Atlantik. Samudra itu tetap mendjadi lautan dunia karena kapital dunia dan kekuasaan dunia jang bersangkutan dengan kapital tersebut tetap berpusat pada pantai - pantai lautan itu. Kekuasaan dunia dan kekuasaan kapital pada waktu itu ialah synonimus atau pengertian jang sama : pengertian jang identiek.

Perobahan letak dari kekuasaan di Samudra Atlantik memprojeksi sebagai perobahan "pemilik" dari benua Pacifik. Di Eropah selalu terdapat perselisihan tentang "pemilikan" daerah - daerah itu dan daerah - daerah itu selalu mengalami penggantian jang memilikinja. Hal ini bergantung apakah negara Eropah jang satu dapat mengalahkan negara jang lain dan kemudian jang pertama mendapat gilirannja dirampas dari "hak - milik"nja oleh negara jang ketiga.

Mengabaikan perobahan detail, perobahan ketjil - ketjil maka berhubungan dengan keadaan tersebut diatas tadi dalam hal jang mengenai Indonesia dapat dikatakan, bahwa pada permulaan abad jang lampau kekuasaan berpindah dari tangan Belanda ketangan Perantjis, kemudian ketangan Inggris dan achirnja kembali ketangan Belanda.

Philipina hingga 1898 ialah kepunjaan Spanjol dan pada tahun itu mendjadi djadjahan Amerika karena Perang Spanjol - Amerika, perang untuk memperebutkan Cuba. Cuba mendjadi negara jang merdeka akan tetapi Philipina hanja berganti "jang empunja" sadja karena kepulauan itu didjual oleh Spanjol kepada Amerika pada perdamaian di Paris untuk 20 djuta dollar.

Seluruh daerah Pacifik, termasuk djuga negara - negara jang pro forma merdeka dan berdaulat seperti Djepang, Tiongkok dan Siam dan kesultanan - kesultanan jang merdeka di Semenandjung Malaka, biasa dipandang sebagai daerah djadjahan sadja untuk kepentingan negara - negara di Lautan Atlantik, jang pada saat itu hanja tjukup mempunjai kekuasaan dan tenaga militer untuk mendjalankan kehendak mereka terhadap negara - negara jang lain. Tak usah diterangkan dengan pandjang lebar, bahwa berhubungan dengan negara - negara jang pro forma merdeka itu, hal tersebut disembunjikan dengan tjermat sekali. Mereka tak mempergunakan kekuasaan ketatanegaraan dengan langsung, melaiknan tjara - tjara ekonomi - keuangan untuk mentjapai tudjuan - tudjuan djadjahan.

Pacifik mendjadi daerah pengusahaan untuk kepentingan Eropah Barat selama lebih dari 4 abad dan achirnja sebagai akibat dari keangkuhan jang fatalis atau tjelaka itu dari nachoda badjak laut Spanjol (mungkin djuga pedagang budak) Vasco Nunes de Balboa, jang dalam tahun 1513 menjatakan seluruh daerah sebagai "milik" dari maliknja, Ratu dari Castillia dan Aragon. Dapat dikatakan suatu tragi-comedia, suatu permainan sedih bertjampur gembira selama 400 tahun perbudakan kolonial dan kenistaan, karena chajal dari keangkuhan jang dungu : "Der Dummheitsmacht".

Akan tetapi tiap-tiap susunan kekuasaan mengandung unsur-unsur untuk menghantjurkan dan memusnahkan diri sendiri. Demikian djuga susunan djadjahan jang dikendalikan dengan sembojan - sembojan jang murni akan tetapi jang hanja maja belaka. Hal tersebut ialah proses jang gaib, proses dari pembetulan dari keadilan. Seolah-olah dengan proses itu Pengendali Alam bermaksud membetulkan kechilafan-kechilafan dengan mempergunakan tenaga manusia, akan tetapi diluar kesadaran penglaksana insani sendiri.

(*) ORIENTASI (Pendjelasan : Uraian diatas ini dikutip daripada bab pertama "Pendahuluan", dari sebuah buku jang berkepala "Indonesia dalam gelora internasional", dari kalam Dr. Ratu Langie. Buku in dalam waktu singkat akan terbit)

Demikianlah catatan yang dibuat oleh pengarang dalam naskah (Editor).

Uploaded: 20 April 2005 by:

Editor: Dr. M. Sugandi-Ratulangi.

Koleksi www.bode-talumewo.blogspot.com

===================================================================
"Tabea Waya!
Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan, kisah dan kedudukan kaumnya di sepanjang masa!
Minahasa adalah bangsa yang basar!
Karena itu hargai akang torang pe Dotu-dotu deng samua yang dorang kase tinggal for torang!
Pakatuan wo pakalawiren!
Sa esa cita sumerar cita, sa cita sumerar esa cita! Kalu torang bersatu torang musti bapencar, biar lei torang bapencar torang tetap satu!
I Yayat U Santi!"
===================================================================