Bangsa Minahasa

Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya.
("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)

Kamis, 20 Maret 2014

Kembalikan Sukma Maengket!

Kembalikan Sukma Maengket!

Oleh Benni E. Matindas


Dalam sebuah festival seni budaya tradisional Minahasa yang digelar di Jakarta tahun 2012 lalu, yang antaranya memperlombakan tari maengket, hadir teman saya Tetet Sri WD – pakar seni tari lulusan LPKJ, pernah Direktur Gedung Kesenian Jakarta, sekarang memimpin badan pengelola gedung Wayang Orang Bharata di Jakarta Pusat.
Setelah menyaksikan tampilan sejumlah group maengket, Tetet menemui penyelenggara festival dan mengusulkan untuk melakukan semacam up grade atas maengket – sebab menurutnya yang ada sekarang masih “terlalu sederhana” – agar bisa diikutsertakan dalam festival tari tradisional tingkat dunia. Tetet Sri WD memang adalah pemegang wewenang dari komite internasional seni tari tradisional yang berhak merekomendasikan tarian mana yang layak tampil di pentas dunia itu. [Saya lupa apa ia dipercayakan untuk zona Asia Tenggara ataukah Indonesia saja. Pengaturan sistem yang mensyaratkan penilaian kualitas seperti itu memang perlu, mengingat seni tari tradisional di seluruh dunia bisa sampai puluhan ribu jumlahnya dan semua negara/daerah tentu mau mempromosikan seni budayanya dengan segala daya upaya/at all cost.]

Benarkah penilaian “terlalu sederhana” pada maengket? Kenyataan bahwa maengket lebih sering tak mendapat atensi memadai oleh bahkan warga Minahasa sendiri, itu adalah indikator jelas tentang benarnya penilaian itu. Maengket tak lagi memancarkan sihir yang membuat kita sebagai reseptor mengalami apa yang dalam teori estetika Immanuel Kant disebut sublim.

Tapi apakah itu sungguh disebabkan terlalu “sederhana”-nya maengket? Nanti dulu! Pertama, maengket bahkan adalah gabungan seni sastra, musik, lagu, tari, dan drama (sendratari). Bandingkan dengan banyak tarian di pelbagai daerah maupun negara lain yang amat mempesona kendati hanya mengandalkan seni tari tanpa unsur-unsur seni lainnya. Kedua, maengket dengan rangkaian babakannya (marambak, kamberu, lalayaan, dsb.) itu mencakupi sedemikian banyak varian gerak dan bloking. Bandingkan dengan umumnya tarian tradisional yang monoton, cuma mengulang-ulang gerakan yang sederhana. Ketiga, dalam hal busana dan tata rias, para penari maengket sampai berjam-jam didandan di salon modern dan dengan busana yang terus-menerus dikembangkan dari masa ke masa. Bandingkan misalnya dengan tata rias tarian Asmat maupun pelbagai suku bangsa di Afrika dan Amerika Latin, yang begitu membetot perhatian para wisatawan dan ditakjubi pengamat seni sedunia, kendati cuma berupa coreng-moreng dari bahan-bahan sederhana yang ada di alam sekitar. Cuma gosok arang, getah bunga merah, kapur putih, dan lain-lain. Pendek kata, maengket jauh dari sederhana.

Tetapi penilaian “sederhana”, bahkan “terlalu sederhana”, tak dapat dibantah berdasar kenyataan apa yang dirasakan penontonnya.

Kalau begitu, apakah yang sesungguhnya terjadi? Yang sebenarnya terjadi ialah maengket yang selama ini ditampilkan telah kehilangan sukma sejatinya. Sebagai hasil karya artistika, maengket sudah meninggalkan estetikanya sendiri. Semua upaya pengembangannya, untuk menjadi semakin kompleks dan jauh dari sederhana itu, justru hanya makin menjauhkannya dari rahim estetikanya sendiri. Itulah yang sejak tahun 1970an saya katakan: “Maengket sudah bukan budaya Minahasa!”

Awal tahun 1980an, bersama Dra. Henny Ticoalu (almarhumah) kami meneliti tingkat apresiasi dan persepsi warga Minahasa terhadap maengket; kemudian bersama Prof. Edy Masinambouw (alm, peneliti kebudayaan dari LIPI); semua hasilnya kian mengokohkan tesis saya.

Paling mutakhir, penelitian lebih rinci dan komprehensif oleh Ivan Kaunang mengenai pelbagai pergeseran yang terjadi dalam seni maengket. Itulah mengapa dalam kata pengantar saya untuk buku Dr. Ivan Kaunang yang diangkat dari disertasinya itu saya menyebut “kudeta” oleh kepentingan hiburan atas fungsi religi.
Ke depan, apa yang harus dilakukan? (Tanpa harus memaksa mengembalikan fungsi maengket hanya untuk kebutuhan ritual keagamaan, melainkan sebagai karya seni dengan semua manfaat luhurnya bagi manusia dan kemanusiaan.)

  1. 1. Maengket harus ditangani para koreograf dengan integritas kesenimanan yang keteguhannya berkadar memadai. Seniman bertaraf inilah yang, di satu sisi sangat mengutamakan dan mengandalkan faktor sukma dari setiap ekspresi seni, sekaligus di lain sisi merupakan saluran fitriah dari estetikanya. Contoh: Antonio Blanco meski bukan asli orang Bali tetapi lebih mampu merefleksikan estetika Bali yang sejati dibanding banyak seniman Bali lain, namun akan jauh lebih lagi bila benar-benar mendarah-dagingi sukma budaya Bali sebagaimana I Nyoman Cokot, Nyoman Lempad, dan sebagainya, dengan karya-karya agung mereka.
  2. 2. Para penari maengket harus cukup dibekali dasar-dasar koreografi sehingga mampu mementaskan maengket secara lebih utuh; bukan sekadar dilatih untuk asal bisa tampil di pentas lomba atau acara tertentu. Perhatikanlah penampilan dengan daya pukau yang khas [: “khas maengket”] dari para penari maengket yang terdiri dari ibu-ibu di kampung pada era 1970an dan sebelumnya; itu bisa terjadi karena mereka sudah menjalani aktivitas tersebut sedari remaja, dan terutama karena mereka tumbuh dalam rahim budaya yang sama dengan yang melahirkan estetika serta artistika maengket itu sendiri.

Dengan pengembangan yang benar, maka sistem penilaian dalam lomba maengket pun harus disesuaikan. Terlebih untuk peserta lomba pada kategori tingkat dewasa. Walau untuk tingkat anak-anak/sekolah dasar pun sistem penilaian yang benar itu harus diterapkan, misalnya ekspresi wajah mereka harus tepat memancarkan makna yang terkandung dalam setiap lirik dan adegan, bukan robot-robot kecil dengan ekspresi wajah dan mata yang hambar. Dengan demikian, aktivitas anak-anak itu dalam bermaengket akan memberi manfaat langsung bagi pengembangan kemanusiaannya sendiri, bukan sekadar kewajiban dari guru kesenian ataupun ekstra-kurikulum sekolahnya. Juga bukan sekadar semangat tampil di pentas lomba.
Taintu!

7 komentar:

  1. bagus sekali informasi yg agan berikan sangat menarik dan bermanfaat thanks gan, ijin share berbagi info :)

    BalasHapus
  2. teirma kasih banyak karena sudah berbagi berita yang sangat menarik. terima kasih banyak atas beritanya.

    BalasHapus
  3. Terimakasih infonya. semoga bermanfaat buat kita semua. salam sehat!! Informasinya sangat menarik sekali, selamat hari libur natal & tahun baru..!

    BalasHapus
  4. "Kasih sayang sebagai seorang ayah mampu menahan beban hidup untuk kebahagiaan anaknya." Sekalian Blogwalking ya, gan? semoga hari ini penuh berkah.. Amiinn

    BalasHapus
  5. terima kasih atas informasinya. Sukses ya..!! Dan Terimakasih banyak telah berbagi informasnya, Semoga Makin Keren selalu untuk info beserta websitenya,,

    BalasHapus
  6. Terimakasih atas informasinya :) semoga sukses slalu .. Ditunggu informasi menarik selanjutnya :) senang berkunjung ke website anda, terimakasih. sekali

    lagi thanks.

    BalasHapus
  7. Postingan ini sangat bermanfaat, memberikan informasi mengenai hal yang belum diketahui. Semoga postingan ini bisa memberikan motivasi untuk selalu ingin tahu.

    BalasHapus