Bangsa Minahasa

Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya.
("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)

Sabtu, 11 April 2009

Arti “I YAYAT U SANTI”

Arti “I YAYAT U SANTI”

oleh Jmz Merky Worek 10 April jam 19:23

Versi 1:
Keterangan artinya seruan Minahasa I Yayat U Santi

Seruan orang Minahasa sejak dahulu kala ini menjadi perhatian masakini karena lambang Minahasa sekarang banyak terdapat tulisan tersebut. Lalu apa arti dan makna ungkapan ini ? Angkatlah Dan Acung-Acungkanlah Pedang (Mu) Itu. Ungkapan ini diseru-serukan khususnya oleh para waraney, anggota kabasaran, penari tari pedang dalam menghadapi tantangan yang dianggap musuh. Ini merupakan suatu komando, perintah tetapi juga untuk membangkitkan gairah, semangat sekaligus untuk mengusir kecemasan, kekuatiran dan ketakutan ketika menghadapi tantangan (musuh. Ungkapan ini diseru-serukan oleh pemimpin-pemimpin masyarakat dalam hal mengajak mereka untuk bersama-sama maju dengan kebulatan tekad melaksanakan apa yang dihasilkan dari perundingan bersama kepada anak-cucu-cecenya. Ia mengandung juga seruan supaya hendaklah kamu gagah perkasa, maju terus dan pantang mundur.
Cara menyerukan bagi para waraney ialah dengan suara yang nyaring, tegas betul-betul seperti komando, sambil mengangkat dan mengacung-acungkan salah satu tangan dengan kepalan jari-jarinya. Lalu seruan ini disahuti dengan sorakan oleh rekan-rekan waraney atau oleh hadirin dengan jawaban atau sambutan : Uhuuy!! atau Tentu itu!! yang artinya : Setuju, demikianlah halnya!. Apabila kita menggunakan ungkapan dan seruan ini untuk masakini, maka maknanya ialah : Supaya kita melengkapi diri kita dengan segala kearifan, hikmat, ketrampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecekatan Itulah santi kita masakini yang harus diacung-acungkan menghadapi segala tantangan yang mengancam kehidupan kita baik fisik maupun non-fisik, dengan segala kebulatan tekad sesudah dimusyawarahkan bersama. Tantangan ini adalah kemiskinan, kemalasan, kebodohan, kelaparan, ketidakadilan, ancaman penjajahan, dan segala sesuatu yang dapat menjadi musuh kehidupan. Dalam bahasa Alkitab ungkapan ini juga bermakna sebagai pengejawantahan kuasa-kuasa maut. Dan karena kuasa maut itu telah ditaklukan oleh Allah sendiri karena membangkitkan PuteraNya Yesus Kristus dari kematian, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berjuang demi kemenangan kehidupan. Jadi seruan I Yayat U Santi! dan sambutan sorakan Uhuuy! atau Tentu itu! bermakna : Marilah kita bersama menghadapi tantangan maut itu dan menanggulanginya demi kehidupan kita dan anak-cucu-cece kita. Dikutip dari buku : Injil dan Kebudayaan di Tanah Minahasa - Dr. WR Roeroe.


Versi 2:

Cerita ini terjadi diwaktu dinosaurus masih banyak berkeliaran didunia dan dikala Toar dan Lumimuut belum lahir. Di kota Bandung ada dua orang anak Hidayat dan Susanti yang sudah sejak kecil berkawan karib. Pada suatu hari orang tua mereka membawa keduanya berlibur ke pantai Ancol di Jakarta. Tiba-tiba gunung Krakatau meletus dan ombak besar menghanyutkan kedua anak itu entah kemana. Penduduk Bandung sangat sedih kehilangan kedua anak-anak itu. Hidayat ternyata dibawa ikan lumba-lumba kesuatu pulau. Dua puluh tahun kemudian ketika Hidayat sedang berjalan-jalan dipantai tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis manis yang segera ia kenali dari senyumnya. Ia langsung menegur, “Saya Yayat, kamu Santi”. Tetapi gadis itu terdiam tidak mengerti. Hidayat mencoba dalam bahasa Inggris,” I Yayat, you Santi”. Seketika itu juga Susanti segera mengenali Hidayat. Merekapun hidup berbahagia dan keturunan mereka berkembang biak ditanah Mihahasa yang sampai saat ini mempertahankan semboyan “I Yayat U Santi”. Beberapa dari keturunan mereka pada detik ini sedang on-line di internet membaca dongeng nonsense ini. (Dari Board for Jokes oleh Dr. toudano)
hehehehehehehehe ^_^

4 komentar:

  1. Asal kata Indonesia
    Pada suatu hari di tahun 1922, Sukarno pada waktu ia masih pelajar di HBS Surabaya singgah di Bandung. Tiba di jalan Braga ia melihat papan nama perusahan yang bertuliskan Algamene Levensverzekering Maatschapipij Indonesia. Di situ dia berkenalan dengan direkturnya bernama Sam ratulangi yang kelak disebutnya sebagai gurunya. Bapak Ratulangi menjelaskan bahwa Tanah air kita yang terpisah-pisah oleh daratan dan lautan yang diberi nama Nederlandsch Indie oleh belanda harus diberi nama Indonesia sesuai dengan kesepakatan dengan pemuda-pemudi bangsa kita yang berada di Eropa. "Nama itu adalah ideku ", kata Sam ratulangi. Sukarno yang masih muda itu pulang dengan rasa penasaran akan nama Indonesia itu sehingga suatu saat entah ia bermimpi atau penulis yang bermimpi, terjadi suatu peristiwa dimana Ia bersama gurunya sam Ratulangi jalan-jalan berkeliling nusantara menggunakan pesawat peninggalan belanda.Di angkasa setiap pulau yang mereka lewati dari sabang sampai merauke Sukarno heran karena Sam ratulangi selalu menunjuk ke bawah dan berkata dalam Bahasa Tombulu: "Endone sia" yang artinya ambil dia. Sukarno memutuskan bahwa ini adalah perintah gurunya untuk menyatukan tanah air kita untuk mengambil atau mengajak dan merangkul bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sukarno meyakini jika dia tidak melaksanakan perintah gurunya maka gurunya akan marah dan melaksanakan sendiri tugas mulia itu atau jika gurunya sudah tua dan mati, beliau akan mati penasaran dengan penyesalan atas kebodohan muridnya sehingga murid-murid yang lain, anak-anak gurunya,anak-anak minahasa atau siapa saja yang mewarisi jiwa perjuangan Sam ratulangi akan lebih pantas untuk tugas mulia itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerita ini memang benar, tdk di expos cerita ini, karna bpk Sam seorang nasrani yg minoritas di indonesia.

      Hapus
  2. Cukup kreatif dongengan di atas. Cari baca sumber dari kesaksian Bung Karno dlm Amanat PYM Pres RI pertama Sukarno di hadapan audiens Musyawarah Pemuda,Pelajar Mahasiswa Minahasa se Nusantara, tgl 18 Agustus 1961.

    BalasHapus