Bangsa Minahasa

Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya.
("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)

Kamis, 10 Desember 2009

Galeri Foto: Natal Yesus Kristus oleh Mawale Movement di Watu Pinawetengan 09 Des 2009

Daun enau/seho dan pohon tawaang sebagai asesoris pengganti cemara/pinus.

NB: Tradisi pohon natal/pohon terang bukanlah tradisi Alkitabiah.
Tradisi ini dimulai ketika St. Bonifasius Wimfried dari Anglo Saxon diutus Paus di Roma untuk mengabarkan injil kepada bangsa Jerman. Suatu ketika ia mendapati seorang ibu menangis tersedu-sedu. Ia bertanya mengapa sang ibu mengangis. Dijawab bahwa anaknya akan dipersembahkan kepada dewa Woden sebagaimana kebiasaan saat itu untuk senantiasa meminta perlindungan dari dewa Woden. Bonifasius langsung ke lokasi ritual tersebut. Ia melarang para imam dewa Woden membunuh anak itu, tapi ditantang bahwa akan dibunuh oleh dewa Woden yang berdiam di pohon pinus/cemara, tempat ritual tsb. Langsung Bonifasius merebut sebilah kapak lalu menebang pohon itu hingga tumbang. Mereka mendapati Boniface tidak mendapat celaka sesudahnya. Akhirnya mereka menyadari bahwa dewa Woden yg disembah itu tidak punya kekuatan apa-apa. Pada akhirnya, para penduduk mengambil ranting2 pohon itu lalu menghiasinya dengan buah-buahan
beraneka ragam warna sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan karena anak2 mereka tidak lagi menjadi korban persembahan.

Dari kiri ke kanan: Js. Sofyan Jimmy Yosadi, SH - Sekretaris Umum Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Manado, Ivan R.B. Kaunang, M.Hum. - kandidat doktor kajian budaya, Pdt. Dr. R.A.D. Siwu - Rektor UKIT-YPTK, Prof. Dr. Johny Weol - akademisi/pengamat buku di Manado, Meidy Tinangon - Ketua Gerakan Minahasa Muda, x, Fredy S. Wowor - sastrawan/budayawan Minahasa.

Ketua Pinabetengan Muda, Frizky Tandaju sedang memberi kata sambutan.

Direktur Mawale Cultural Center Greenhill G. Weol, SS sedang memberi kata sambutan.

Denni H.R. Pinontoan, S.Th. mendampingi para tamu/undangan.

Puisi dan pementasan teater yang merefleksikan keadaan Minahasa dewasa ini.

Puisi dan pementasan teater yang merefleksikan keadaan Minahasa dewasa ini.

Sedang mengikuti ibadah natal.

Diskusi panel/interaktif yang dipandu Pdt. Dr. R.A.D. Siwu, didampingi Js. Sofyan J. Yosadi dari Khonghucu, Prof. Dr. Johny Weol dari Advent dan Denni Pinontan, S.Th. dari akademisi.

Diskusi panel/interaktif oleh Denni Pinontan, S.Th. dari akademisi.

Diskusi panel/interaktif oleh Prof. Dr. Johny Weol dari kalangan Advent.

Diskusi panel/interaktif dari undangan pemuda Khonghucu, Js. Sofyan J. Yosadi.

Diskusi panel/interaktif yang dipandu Pdt. Dr. R.A.D. Siwu.

Diskusi panel/interaktif yang dipandu Pdt. Dr. R.A.D. Siwu, didampingi Js. Sofyan J. Yosadi dari Khonghucu, Prof. Dr. Johny Weol dari Advent dan Denni Pinontan, S.Th. dari akademisi.

Diskusi panel/interaktif yang dipandu Pdt. Dr. R.A.D. Siwu, didampingi Js. Sofyan J. Yosadi dari Khonghucu, Prof. Dr. Johny Weol dari Advent dan Denni Pinontan, S.Th. dari akademisi.

Diskusi panel/interaktif yang dipandu Pdt. Dr. R.A.D. Siwu, didampingi Js. Sofyan J. Yosadi dari Khonghucu, Prof. Dr. Johny Weol dari Advent dan Denni Pinontan, S.Th. dari akademisi.

Diskusi panel/interaktif yang dipandu Pdt. Dr. R.A.D. Siwu, didampingi Js. Sofyan J. Yosadi dari Khonghucu, Prof. Dr. Johny Weol dari Advent dan Denni Pinontan, S.Th. dari akademisi.

Rio Sinjal-M, seorang pemerhati bangsa Minahasa.


Doa oleh Pdt. Dr. R.A.D. Siwu

Sedang mengikuti rangkaian ibadah penutup.

Musikalisasi puisi oleh Allan S. Umboh, seorang penyandang cacat.

Pdt. Dr. R.A.D. Siwu

Ivan R.B. Kaunang, M.Hum

Denni H.R. Pinontoan, S.Th.

Meidy Tinangon, S.Th.

Dr. Ir. Leo S, Ph.D., D.Div.

Rio S-M..

Bode.

Akhir ibadah. Baku selamat.

Berdiri dari kiri ke kanan a.l.: Rio Sinjal-M, Jennifer Mantow, Fredy Wowor, Sofyan Yosadi, Ivan Kaunang, R.A.D. Siwu, Meidy Tinangon, Erny Jacob, x, Riane Elean, x, Allan Umboh, Echa, Denni Pinontoan.
Duduk dari kiri ke kanan a.l.: x, pemuda GMIM dari Remboken, Chandra Rooroh, Bode, Carlos Pesik, Sylvester Ompi Setlight, Ken Oroh, dari TV5D Tomohon, Charlie Samola, Leo Sengkey.
Ada sekitar 32-35 orang yang mengikuti ibadah natal ini.

Ivan K & Meidy T.

Makan malam hingga jam 11 malam.



Natal MCC, GMM dan Pinawetengan Muda: “Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan”

Pinabetengan – Orang-orang muda Minahasa yang tergabung dalam Mawale Cultural Center (MCC), Gerakan Minahasa Muda (GMM) dan Pinawetengan Muda beserta jaringannya se-Minahasa, Rabu (9/12) malam memaknai Natal Yesus Kristus dalam konteks budaya Minahasa melalui Pagelaran Seni Natal Yesus Kristus di Watu Pinawetengan, Desa Pinabetengan, Minahasa. Kegiatan yang dimaknai sebagai Perayaan Natal yang khas dan kreatif ini dimaksudkan sebagai bentuk kontekstualisasi teologi dalam kebudayaan Minahasa.

Kegiatan dirancang sebagai ibadah yang kreatif dan kontekstual, yang dalam prosesinya diisi pementasan teater, musikalisasi puisi serta diskusi dengan tema “Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan dengan pembicara Pdt. Dr. Richard A.D. Siwu, MA, PhD, sebagai teologi yang memiliki konsern terhadap persoalan kemasyarakan dan kebudayaan Minahasa. Bersama hadir dalam kegiatan ini Prof. Johny Weol, teologi dan juga pemerhati persoalan kemasyarakan, Ivan Kaunang, kandidat doktor di Udayana Bali, Sofian Yosadi, SH., tokoh pemuda Khonghucu, Meidy Tinangon, SSi, MPd, Ketua Penggerak GMM, Greenhill Weol, Direktur MCC, Frisky Tandaju selaku ketua Pinawetengan Muda, dan beberapa tokoh Muda Minahasa lainnya, antara lain Meidy Malonda, dan Bodewyn Talumewo.

Dalam diskusi yang dipandu Denni Pinontoan ini, Pdt. Siwu mengemukakan, tema yang diangkat dalam kegiatan tersebut dan yang juga menjadi topic diskusi sangat menarik. Sebab, tema ini, menurutnya, menggambarkan apa yang disebut di sekolah-sekolah teologi sebagai kontektualisasi teologi atau teologi kontekstual. “Kelahiran Yesus di Bethlehem adalah sesuatu yang histories. Dan, dalam memaknainya sekarang adalah soal konteks kebudayaan kita,” kata Pdt. Siwu.

Pdt. Siwu menjelaskan bahwa, teologi di dalam gereja-gereja kita di Indonesia kebanyakan masih mewarisi model teologi Barat. Makanya, perlu dilakukan lagi reinterpretasi terhadap ajaran dan pemahaman teologi tersebut untuk mengkontekstualisas ikan pesan-pesan Injil Yesus Kristus. “Sebenarnya, apa yang diajarkan oleh gereja-gereja kita sekarang, termasuk mengenai cara dan bentuk perayaan Natal adalah hasil interpretasi mereka terhadap apa yang terdapat dalam Alkitab dalam Alkitab. Persoalannya, kita belum melakukan interpretasi langsung. Tapi, saya kira apa yang dilakukan oleh orang-orang Muda Minahasa mala mini adalah langkah awal yang baik untuk menuju ke sana ,” tegasnya.


Orang-orang muda yang hadir dalam kegiatan tersebut menanggapi bahwa, perlu ada usaha kontektualisasi teologi gereja dalam konteks lokal Minahasa, dengan kebudayaannya, dan juga dengan persoalan-persoalan nya. “Saya kira, persoalan utama kita adalah ada manusianya. Ya manusia Minahasa. Maka, penting untuk kita lakukan bersama-sama sekarang adalah memaknai makna Natal tersebut dalam konteks kekinian kita di Minahasa ini,” kata Fredy Wowor, sastrawan dan dosen Sastra Unsrat yang juga.

Sementara Rikson Karundeng, tokoh Muda Minahasa, mengatakan, memaknai arti Natal Yesus Kristus dalam konteks Minahasa sama halnya dengan bagaimana kita menerjemahkan nilai-nilai Injil tersebut dalam konteks Minahasa kontemporer. “Dengan demikian sebenarnya kita sedang berusaha menjebatani antara nilai-nilai histories Natal Yesus itu dengan persoalan kekinian Minahasa,” tegasnya.

Greenhill Weol, dibagian awal kegiatan ini mengatakan maksudnya dilaksanakan perayaan peringatan Natal Yesus Kristus di Watu Pinawetengan ini adalah untuk memaknai secara baru arti Watu Pinawetengan dalam konteks Minahasa kontenporer. “Bahwa, menurut cerita, Watu Pinawetengan ini adalah tempat para dotu-dotu Minahasa melakukan musyawarah untuk menjawab persoalan-persoalan hidup mereka di zamanya. Maka, tempat ini kami pilih sebagai penanda bahwa sekarang ini orang-orang Minahasa tidak tinggal diam, tapi melakukan sesuatu untuk tanah ini. Sudah sekitar dua tahun, kami menjadikan Watu Pinawetengan sebagai tempat untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan kebudayaan Minahasa,” ujar Green.

1 komentar:

  1. aplikasi dan dedikasi natal sangat luar biasa,dalam kesederhanaan tapi mewah dalam terobosan buat bangsa minahasa kedepan.
    memang sudah waktunya kita mengangkat kepermukaan bangsa minahasa dalam belbagai event yg seperti ini......kagum dengan perjuangan kalian semua.

    BalasHapus