Bangsa Minahasa
Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)
Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya. ("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)
Situs Patilasan Opo Dotulong Di Marunda Jakarta Utara(Koleksi Steve Joseph)Sebelum berangkat ke Manado, konon Mayor Tololiu Dotulong terluka parah padahal hanya luka goresan kecil. Kong dia ba timbun di dalam tanah, kong bae. Di tampa itu badiri tu di bawah ini. Konon, pahlawan Betawi, Si Pitung, meminta ilmu kebal di tempat ini. Tidak jauh dari sini ada rumah si Pitung yang desain mirip rumah adat Minahasa. Konon pula Si Pitung adalah penjaga situs ini.
Marunda artinya 'daun parundak':
Konon pula, Tololiu Dotulong, ato Letnan Willem Walewangko, ato Kapten Sondak Palar waktu blayar dari Manado ke Perang Jawa, cuma nae daun pelepah kelapa/nyiur (parundak) dan mendarat di tempat ini, sehingga dinamakan Parundak, Marundak, Marunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar