Bangsa Minahasa
Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)
Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya. ("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)
Galeri foto tentang zendeling - pekabar injil Protestan NZG di Minahasa.
Baris atas: Zendeling Johann Frederich Riedel, Jan Gottlieb Schwarz, Nicolaas Philip Wilken.
Baris kedua: J.G. Schwarz & keluarga baru keluar dari rumahnya di Langowan (1847), Karl Traugott Herrmann keluar dari rumahnya di Amurang (1847).
Baris ketiga: Rumah Nicolaas Graafland di Tanawangko (1890), rumah Siebold Ulfers di Kumelembuai - Minsel (1880).
Baris keempat: Kubur J.F. Riedel & H.W. Nooij di Toulimambot - Tondano, kubur J.G. Schwarz di Langowan, kubur N.Ph. Wilken di Talete - Tomohon.
Baris bawah: Kubur K.T. Herrmann di Ranoiapo - Amurang, kubur Eduard W.G. Graafland di Bitung - Amurang, kubur Frans Haartig di Kema, kubur Lammert Lammers di Kema.
Klik di foto for mo dapa depe ukuran basar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar