Bangsa Minahasa

Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya.
("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)

Rabu, 14 Januari 2009

Surat Untuk Bangsa Minahasa dari Rocky H. Koagouw Jr

SURAT UNTUK BANGSA MINAHASA

Rocky H.Koagouw JR

Sigi Wangko ! Tabea,

Saudaraku Bangsa Minahasa,

Selamat Hari Ulang Tahun Minahasa yang ke-577 !

Perlu Kau tahu aku sekarang menjadi agak bingung yang mana dari bagian tubuh atau jiwamu yang sedang ber-hari ulang tahun? Kutanyakan hal ini sebab bukankah sejak 577 tahun silam kita lahir bersama dari “Rahim” Sang Maha Rahim, lagi pula kita se-Ayah dan se-Ibu.

Apakah hati dan jantung-mu di Bitung, Minut, Minsel, Tomohon dan Manado bahkan Siauw merasakan lagi hari kelahiran ini ? bukankah yang Kau rayakan Ultah kita yang se-Tubuh dan se-Jiwa ?

Jangan pernah berpikir bahwa Kita telah Terpecah ! jika itu yang terlintas dibenakmu, tak perlu Kau bawa-bawa Nama Marga Kita yang besar dan sangat membawa beban ini. Bagiku, demi kebutuhan kesejahteraan kita memang telah membelah diri sejak dua tahun terakhir, itu memang diperlukan agar segenap otot kita bergerak untuk kelancaran peredaran darah, kelancaran pencernaan dan kelegaan bernafas. Orang Tua kita memang sejak dulu telah membagi-bagi Tanah ini tetapi bukan untuk mencerai-beraikan Kita, melainkan untuk memberi Tanggung Jawab kepada Anak Cucunya; menjaga, mengelola dan memelihara bagiannya masing masing dengan batas-batas Tawa’ang atau Popo’opo.

Aku tahu karena Kita menikah dan banyak melahirkan anak dengan Indonesia kita mengikuti aturan-aturan ber-besan, aturan-aturan normatif dengan Besan-Besan kita se-Sulawesi, Besan kita se-Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, Maluku, Flores, bahkan si-Aceh yang diperlakukan khusus dan si kecil Timor Loro Sae sebelum bercerai.

Mungkin sebab aturan-aturan normatif itu kita sepakat menjalani hukum dan aturan Negara Republik Indonesia, ya kan? dan kita telah memberikan Mahar yang cukup besar atas pernikahan kita dengan mereka. Coba Kau hitung apa saja Mahar itu selain Emas dan hasil alam.

Pertama, darah pahlawan Minahasa yang berbau manis asin di tanah-tanah Nusantara walaupun kita tidak pernah jadi Panglima TNI.

Kedua, pengorbanan ludah dan keringat serta enzim-enzim tubuh para diplomat kita seperti Ratulangi, Palar, Maramis, Taulu, Lapian dan beberapa lagi yang jadi tameng Nusantara saat Indonesia berhadapan dengan dunia Internasional walaupun kita tidak pernah jadi Menteri Luar Negeri, tapi kita pun katanya legowo (apa itu?) biarpun si Maramis dan lainnya sampai saat ini belum dinobatkan jadi Pahlawan Nasional, tetapi kita masih tetap menghormati Besan-Besan kita yang wajahnya mentereng beredar pada lembaran-lembaran cetakan Uang kertas RI.

Ketiga, para ilmuwan kita yang menemukan gugusan bintang baru, sistem teknologi baru walaupun kita tidak pernah jadi Menteri Pendidikan atau Menristek, namun Maria Walanda Maramis tidak berontak hanya disebut Pahlawan Lokal padahal Ia tidak saja sekedar menulis-nulis surat kepada teman-teman Belanda atau menciptakan buku Habis Gelap terbit Terang karena Kau tahu bukan, Ia telah berjuang untuk mendidik anak anak mu di Minahasa yang Indonesia itu ?

Yaah..., inilah bagian yang tersulit dari suratku. Mungkin Kau tidak dapat menerima kenyataan ini bahwa Kau sudah semakin jauh meninggalkan Tanah Malesung, demikian sibuk rupanya sehingga Kau hanya menjadikan Adat dan Kebudayaan Kita tontonan disaat senggang, padahal Kita lahir dari situ, dimomong, dipelihara dan diberi makan oleh Orang Tua Kita dari bagian itu pula.

Mereka telah menjaga Kita berabad lamanya. Po’opo, Tandei, Punti wo Kapu’ apalagi Wene dan tetanaman Kita mereka jaga dari hama dan tikus, air dan tanah kita telah dijaga mereka sehingga tidak tercemar dan membawa racun bagi perut dan paru-paru Kita, Kau lihatkah itu Saudaraku Bangsa Minahasa ?

Sekarang, Kau mulai terbelalak rupanya Orang Tua Kita sedang memberi pengajaran, Cengkih tidak ada harganya lagi dan bahwa kaum Tuama tidak lebih baik dari Wewene dan akan lebih jauh lagi yang akan terjadi dimasa yang akan datang, para Walian Wewene akan menjadi Teterusan memimpin Bangsa Kita karena memang asali Kita dipimpin Wewene. Rupanya Tuama-Tuama hanya berpikir takhta, harta dan wanita tetapi para Wewene lebih dalam lagi memikirkan bagaimana mencari Susu Sapi pengganti jika Air Susu Ibu telah kering karena Tanah ini tidak lagi bergizi.

Itulah sebabnya ingin kuulangi lagi agar Kau sadar !, bahwa Kau sudah semakin jauh meninggalkan Tanah Malesung ! Kau telah jauh dari Air Susu Ibu Kita dan mulai lepas dari dekapan Ina wo Ama To’ar dan Lumimu’ut atau Walitukang dan Wulan.

Perpecahan, perseteruan, persekongkolan, pertikaian antar kelik dan kampung menjadi bisul-bisul menganga di hampir setiap lekuk tubuh Minahasa. Kita hampir tidak pernah maju dan sulit menatap masa depan, mungkin sekali waktu yang Kau khawatirkan dapat terjadi: Kita indekost dinegeri sendiri !

Ingatkah Kau ajaran Opo-Opo atau Orang Tua kita: “Lumoor wia si Opo Empung Wailan Wangko”, “Tea marombit/marongkit”, “Tea Mawuwunuan”, “Tea makoro-koroan” “ Tea mahewitan”, melainkan “Maupu-upusan”, “Masawangan”, “Matambe-tamberan”, “Matombo-tombolan”, dan “Maesaan” !

Beberapa hari lagi Purnama tiba Aku akan pergi ke Watu Kulo di Pinabetengan, disana Aku akan berdoa kepada Si-Empung Wailan Wangko Sinimema Langit wo ‘ntana (Allah Bapa Malesung), bukan menyembah Opo-Opo dan Aku akan Rumeindeng meminta kiranya Tuhan membuka mata dan telinga batin Kita Bangsa yang besar yang doeloe-nya disegani bahkan ditakoeti para Besan !........

Kuakhiri suratku ini dengan harapan “kau” kembali kepada Ajaran Leluhur Kita agar Kita bersatu lagi dalam Pemendam (Roh/Jiwa) dan Keketer (Semangat), walaupun mereka sering difitnah sebagai alifuru, setan, berhala, tapi ajaran dan tuntunan Tuhan ternyata sudah ada pada mereka jauh sebelum Agama Kristen masuk di Tanah Malesung, yang salah ternyata Kita sendiri, mengaku Tona’as dan Walian padahal Meriara (Tukang santet) yang tidak takut akan Tuhan sehingga orang-orang Kristen mencibir Kita.

Ahh, mataku mulai sembab, tak sanggup lagi kususuri relung kalbuku sendiri, aku hanya dapat berdoa bersama para keluarga Pahlawan “Malesung” dan Pahlawan “Minahasa” agar Kita kembali dekat dengan Sang Pencipta yang dapat mengangkat lagi Harkat dan Kejayaan Kita.

Sigi Wangko, Tabea waya, Makapulu Sama, Makapulu Leos, I Yayat U Santi !

Penulis, Pemerhati Budaya, Staf Peneliti BKSNT, Ketua Biro Litbang HPK Sulut, Sekretaris Jenderal DPP Org.Penghayat ST3. Tonaas Wanua Brigade Manguni Paniki Atas, Pamong Budaya Spiritual.



* Tulisan ini diterbitkan oleh Harian MANADO POST Thn.2005.

1 komentar:

  1. Tabea, Sigi Wangko !
    Bode, hitungan jari generasi muda Minahasa yang benar-benar berkarya dalam kebudayaan Minahasa sekarang ini. Jarang orang yang berkarya dalam kebudayaan secara intrinsik menjadi kaya raya, namun kekayaan batin, kehormatan hari ini dan nama harum hari esok ada dalam genggaman !
    ...Yang Bode lakukan ini adalah untuk Kemuliaan Emphung Wailan Wangko Sinimema langit ( The All Mighty God/Mighty Cretor ) Ia telah memberkati Minahasa awal menjadi bangsa yang paling demokratis dan egaliter di dunia ! Bangsa Pembela yang tertindas !
    "Maju terus, berkarya terus ! Jadilah Teterusan masa kini !" dan diberkatilah engkau dan keturunan-keturunan-mu. Amin . . . AllahuAkbar-Halelluyah ! ... Rocky HK (okitambio@gmail.com)

    BalasHapus