Bangsa Minahasa

Setiap bangsa yang ingin mempertahankan jati dirinya, harus menghargai warisan suci tradisi dan budaya dari para leluhurnya; Kita (bangsa Minahasa) harus memelihara dan mempertahankan tradisi dan budaya bangsa Minahasa dengan segenap kemampuan dan semangat, karena semangat itu sendiri tidak lain mengandung tradisi dan budaya Minahasa. (Dr. Sam Ratulangi: Fikiran - 31 Mei 1930)

Saya tidak akan mempermasalahkan apakah keberadaan bangsa kami Minahasa disukai atau tidak, karena itu adalah permasalahan teoritis. Bagi saya dan bangsa saya Minahasa, sudah jelas, bahwa kami memiliki hak untuk eksis.
Jadi, tugas kami adalah bagaimana menjamin kelanjutan eksistensi bangsa Minahasa ini, dan sedapat mungkin memperkecil penetrasi asing. Kami berusaha untuk merumuskan suatu tujuan yang sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan rakyat kami dalam menjalankan tugas tadi. Dan agar usaha-usaha kami itu dapat diterima dan dihargai, kita perlu mengenal hal-hal yang mendasarinya, yaitu: posisi Minahasa selama ini terhadap negara-negara sekitarnya.
("Het Minahassisch Ideaal" / Cita-cita Minahasa oleh DR. GSSJ Ratu Langie, ‘s-Gravenhage, Belanda - 28 Maart 1914)

Senin, 27 Juli 2009

Naskah Keppres No. 449/1961 tgl 17 Agt 1961 & Keppres No. 568/1961 tgl 18 Okt 1961 ttg Pemberian Amnesti & Abolisi

Keppres No. 449/1961 Tanggal 17 Agustus 1961
Tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi Kepada Orang-orang yang Tersangkut dengan Pemberontakan


KEPUTUSAN PRESIDEN

Tentang:

PEMBERIAN AMNESTI DAN ABOLISI KEPADA ORANG-ORANG YANG TERSANGKUT DENGAN PEMBERONTAKAN

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

1. Bahwa perlu menaruh perhatian sepenuhnya terhadap keinsyafan orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan Daud Bereueh di Aceh, pemberontakan "Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia" dan "Perjuangan Semesta" di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Irian Barat dan lain-lain daerah, pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, pemberontakan Kartosuwirjo di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan, pemberontakan "Republik Maluku Selatan" di Maluku, yang kembali kepangkuan Republik Indonesia;

2. Bahwa untuk kepentingan Negara dan kesatuan Bangsa, perlu memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersebut diatas, yang dengan keinsyafan telah kembali kepangkuan Republik Indonesia, dengan jalan menyediakan membaktikan diri kepada Republik Indonesia dihadapan penguasa setempat, yaitu Penguasa Keadaan Bahaya Daerah atau Gubernur Kepala Daerah atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk olehnya;

Mengingat: Pasal 14 Undang-Undang Dasar;

Mendengar: Pertimbangan Badan Pembantu Penguasa Perang Tertinggi dalam sidangnya ke-17 pada tanggal 28 Juli 1961

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

Pertama : Memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan Daud Bereueh di Aceh pemberontakan "Pemerintah Revolusinoer Republik Indonesia" dan "Perjuangan Semesta" di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi. Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Irian Barat dan lain-lain daerah. Pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, Pemberontakan Kartosuwiryo di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan, pemberontakan "Republik Maluku Selatan" di Maluku, yang selambat-lambatnya pada tanggal 5 Oktober 1961 telah melaporkan dan menyediakan membaktikan diri kepada Republik Indonesia, yang disertai dengan sumpah menurut Agama masing-masing serta penandatanganan atas sumpah itu dengan lafal yang berikut: "Saya bersumpah setia kepada Undang-undang Dasar, Manifestasi Politik yang telah menjadi Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara, Nusa dan Bangsa, Revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi", dihadapan penguasa setempat, yaitu Penguasa Keadaan Bahaya Daerah atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri atau Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya.

Kedua : Amnesti dan abolisi diberikan kepada mereka yang tersebut dalam ketentuan pertama, mengenai tindak pidana yang mereka lakukan dan yang merupakan kejahatan:

1. terhadap keamanan Negara (Bab I Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana);

2. terhadap martabat Kepala Negara (Bab II Buku II Kitab Undang undang Hukum Pidana);

3. terhadap kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan (Bab IV Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana);

4. terhadap ketertiban umum (Bab V Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana);

5. terhadap kekuasaan umum (Bab VII Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana);

6. terhadap keamanan Negara (Bab I Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara);

7. terhadap kewajiban dinas (Bab III dan Bab V buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara);

8. terhadap ketaatan (Bab IV Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara).

9. dan tindak pidana lain yang ada hubungan sebab akibat atau hubungan antar tujuan dan supaya dengan tindak pidana yang tersebut angka 1 sampai dengan 8 diatas.

Ketiga: (1) Dengan pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang dimaksudkan dalam ketentuan Pertama dan Kedua, dihapuskan.

(2) Dengan pemberian abolisi, maka penuntutan terhadap orang-orang yang dimaksudkan dalam ketentuan Pertama dan Kedua, ditiadakan.

Keempat: Dengan keluarnya Keputusan ini, maka Keputusan-keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 180 tahun 1959, Nomor 303 tahun 1959, Nomor 322 tahun 1961 dan Nomor 375 tahun 1961 tidak diperlukan lagi dengan Keputusan ini dicabut.

Kelima: Keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Agustus 1961.
Presiden Republik Indonesia,

SOEKARNO.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Agustus 1961.
Sekretaris Negara.

MOHD. ICHSAN.

Lampiran 12






============================================================================================


Keppres No. 568/1961 Tanggal 18 Oktober 1961, Tentang Tindakan Imbangan Terhadap Pemberian Amnesti dan Abolisi Kepada Pemberontak/Gerombolan, yang Menyerah Tanpa Syarat Menurut Keputusan Presiden RI No. 449 Tahun 1961


KEPUTUSAN PRESIDEN

Tentang:
TINDAKAN IMBANGAN TERHADAP PEMBERIAN AMNESTI DAN ABOLISI
KEPADA PEMBERONTAK/GEROMBOLAN, YANG MENYERAH TANPA SYARAT MENURUT KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 TAHUN 1961

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

Bahwa tindakan pemberian amnesti dan abolisi sebagai pemberian ampunan kepada pemberontak/gerombolan dalam rangka pemulihan keamanan, yang tanpa syarat telah menyerah kepada Pemerintah karena keinsyafan, hendaknya diimbangi dengan pemberian pengampunan secara lain kepada orang-orang tertentu, yang juga telah melakukan penyelewengan yang sama, akan tetapi tidak mendapatkan amnesti atau abolisi.

Mengingat:

1. Pasal 14 Undang-undang Dasar;
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 449 tahun 1961.

Mendengar:

1. Pertimbangan Badan Pembantu Penguasa Perang Tertinggi dalam sidangnya ke-17 pada tanggal 28 Juli 1961;

2. Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 17 Oktober 1961.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

PERTAMA Kepada orang-orang yang tersangkut dengan suatu pemberontakan melakukan tindak pidana tersebut dalam ketentuan Kedua Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 449 tahun 1961 akan tetapi tidak mendapat amnesti atau abolisi, karena pemberontakan itu tidak termasuk pemberontakan yang dimaksudkan dalam ketentuan Pertama Keputusan Presiden tersebut, ataupun karena mereka tidak menyerahkan diri melainkan ditangkap sebelum tanggal 17 Agustus 1961 karena telah atau disangka melakukan tindak pidana tersebut di atas, dapat diberi keringanan yang wajar berupa pemberian grasi dari hukuman penjara, yang dengan keputusan Hakim telah atau akan dijatuhkan padanya;

KEDUA Mewajibkan Menteri Kehakiman untuk menyiapkan segala sesuatu, supaya pemberian grasi tersebut dalam ketentuan Pertama dapat dilaksanakan;

KETIGA Mewajibkan pada Menteri/Kepala Staf Angkatan dan Menteri/Jaksa Agung, dalam melakukan wewenang penyidikan / penuntutan / penyampingan perkara tindak pidana tersebut dalam ketentuan pertama di atas, untuk bertindak sesuai dengan jiwa pemberian grasi yang dimaksud dalam ketentuan pertama dan dengan pemberian amnesti/abolisi yang dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 449 tahun 1961 tersebut;

KEEMPAT Keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan. Agar supaya setiap orang, dapat mengetahuinya, memerintahkan penempatan keputusan ini dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 1961.
Presiden Republik Indonesia,

SOEKARNO.

--------------------------------------------------------------------


* PENJELASAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568 TAHUN 1961.

Sesuai dengan kebijaksanaan di bidang keamanan yang diamanatkan dalam Manifesto Politik dan yang sekarang telah menjadi garis-garis besar daripada Haluan Negara, maka sebagai tanda kebesaran jiwa Negara dan Bangsa diberikanlah suatu pengampunan dan pengayoman, yang diwujudkan oleh Presiden dalam suatu Peraturan Presiden tentang garis kebijaksanaan terhadap pemberontak dan gerombolan yang menyerah, yang memuat pemberian amnesti dan abolisi kepada pemberontak dan gerombolan yang selambat-lambatnya pada tanggal 5 Oktober 1961 telah menyerah tanpa syarat dan kembali ke pangkuan Republik Indonesia dihadapan penguasa setempat.

Amnesti dan abolisi ini diberikan menurut ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 449 tahun 1961.

Dengan pemberian amnesti dan abolisi itu semua akibat hukum-pidana terhadap orang-orang yang bersangkutan dihapuskan, dan (meskipun sudah termasuk di dalamnya) penuntutan terhadap orang-orang itu ditiadakan.

--------------------------------


Koleksi www.bode-talumewo.blogspot.com
===================================================================
"Tabea Waya!
Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan, kisah dan kedudukan kaumnya di sepanjang masa!
Minahasa adalah bangsa yang basar!
Karena itu hargai akang torang pe Dotu-dotu deng samua yang dorang kase tinggal for torang!
Pakatuan wo pakalawiren!
Sa esa cita sumerar cita, sa cita sumerar esa cita! Kalu torang bersatu torang musti bapencar, biar lei torang bapencar torang tetap satu!
I Yayat U Santi!"
===================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar